Hal itu disampaikan berdasarkan hasil pemantauan Satelit Himawari dan radar cuaca sejak Sabtu (29/12) malam sampai Minggu (30/12) pagi. Menurut perkiraan PVMBG, erupsi gunung telah berhenti total.
Rekaman seismograf di Pulau Sertung, gugusan pulau di Selat Sunda, dekat Gunung Anak Krakatau menunjukkan tidak ada fluktuasi getaran. Amplitudo rata-rata pun diperkirakan 10 mm. Berbeda pada saat letusan, amplitudonya mencapai 25-30 mm.
Namun, tim PVMBG mengaku masih tidak tahu apakah masih ada fluktuasi erupsi lagi ke depan, seperti yang terjadi pada akhir pekan lalu ketika erupsi mengakibatkan tsunami yang menerjang pesisir Selat Sunda.
PVMBG juga menyampaikan terima kasih kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atas pemantauan visual distribusi abu (lateral dan vertikal) erupsi Gunung Anak Krakatau via Satelit Himawari dan radar cuaca.
Informasi ini sangat vital untuk mengetahui aktivitas erupsi manakala para pengamat PVMBG di Pos Pasauran kesulitan mengamati karena gunung sering tertutup kabut di musim penghujan. Hal itu membuat pelaporan tinggi kolom abu menjadi tidak akurat.
Berdasarkan laporan Windi Cahya Untung, Staf Kementerian ESDM, Badan Geologi, PVMBG Pos Pengamatan Pasauran Gunung Api Krakatau periode pengamatan 29 Desember 2018, pukul 00.00 sampai dengan 23.59 WIB, gunung api dalam laut kini ketinggiannya tinggal 110 meter dari permukaan laut (mdpl).
Sebelumnya, ketinggian GAK mencapai 338 mdpl dengan kenampakannya cerah, berawan. Adapun, suhu 24-30 derajat Celsius, kelembapan 59-92 persen, tekanan 0,0-0,0 mmHg, curah hujan 0,0 mm.
Sementara, kecepatan angin terpantau kencang, lemah, dengan arah angin menuju barat laut, utara, timur laut, timur.
Pengamatan visual kenampakan dari pos pengamatan, jelas, kabut 0-III, tinggi 1.000 meter, warna kelabu putih, intensitas asap tebal.
Kegempaan masih berlanjut erupsi dan mengeluarkan abu vulkanik hingga mencapai 7.338 meter di atasnya, alami kegempaan tremor vulkanik dengan amplitudo 25 mm.
Kesimpulan tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau Level III (Siaga), sehingga direkomendasikan masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 5 km dari kawah.
Ke depan, PVMBG mengingatkan untuk mendorong persiapan mitigasi, merapatkan pengamatan seismik, edukasi bencana sejak dini, menjaga alat-alat yang sudah ada. "Kita harus segera membenahi itu semua dan melakukannya secara bertahap," tulis PVMBG, seperti dilansir Antara, Minggu (30/12).
BMKG juga menyatakan saat ini sudah ada sirine Tsunami Early Warning System (TEAS) untuk menyampaikan peringatan dini tsunami di wilayah Lampung tepatnya 1 di Kalianda, Lampung Selatan, dan 1 di Kota Agung, Tanggamus. Namun, perlu untuk diketahui bahwa sirine masih berbasis gempa tektonik dan untuk mendeteksi tsunami.
Itu pun masih dinilai jauh dari cukup. Sebab, wilayah Lampung hampir sebagian besar memiliki pesisir pantai, sehingga banyak sirine yang dibutuhkan agar mencakup semua wilayah di daerah ini.
BMKG mengimbau semua pihak tetap waspada, mengingat selama tahun 2018 tercatat 11.577 gempa bumi terjadi di seluruh Indonesia, termasuk Lampung dan Banten.
Hingga Sabtu (29/12), menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) korban tsunami di Selat Sunda mencapai 431 orang meninggal dunia, 7.200 orang luka-luka, 15 orang hilang, dan 46.646 orang mengungsi.
Sementara, kerugian material, antara lain 1.778 unit rumah rusak, 78 unit penginapan dan warung rusak, 434 perahu dan kapal rusak dan lainnya.
(Antara/bir)
http://bit.ly/2LFQz6d
December 30, 2018 at 05:25PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2LFQz6d
via IFTTT
No comments:
Post a Comment