Menurutnya, pembebasan bersyarat Ba'asyir menyangkut prinsip yang sangat fundamental untuk bangsa Indonesia. Atas alasan itu, kata dia, pihaknya belum membuat keputusan apapun hingga saat ini.
"Itu yang sekarang sedang digodok dan sedang kami bahas secara mendalam bersama kementerian yang lain," kata Yasonna di kantornya, Selasa (22/1).
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, kata Yasonna, Ba'asyir seharusnya sudah dapat bebas sejak 13 Desember 2018 karena sudah menjalani 2/3 dari vonis pidana 15 tahun penjara yang dijatuhkan padanya. Bahkan, kata Yasonna, pihaknya sudah mengurus sejumlah persyaratan adminstratif terkait pembebasan bersyarat Ba'asyir.
Namun, lanjutnya, lantaran belum melengkapi persyaratan yang salah satunya ialah pernyataan ikrar setia pada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) NKRI, pembebasan bersyarat Ba'asyir belum dapat dilakukan hingga saat ini.
"Itu masalah fundamental. Kalau nanti misalnya kami beri kesempatan, itu masih ada berapa ratus teroris lagi di dalam. Jadi itu jadi kajian kami, tidak mudah ini barang," kata Yasonna saat ditemui di kantornya, Selasa (22/1). Yasonna menegaskan, pihaknya tidak mau mengabaikan aturan dan ketentuan hukum yang berlaku.
Berangkat dari itu, kata dia, pihaknya bersama Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Kementerian Luar Negeri masih melakukan kajian terkait pembebasan bersyarat Ba'asyir.
Menurut Yasonna, berbagai aspek menjadi hal yang dikaji antara lain hukum, ideologi, hingga keamanan. Yasonna mengatakan, kajian ini penting agar apapun keputusan yang diambil sesuai dengan hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Presiden Joko Widodo, Yusril Ihza Mahendra juga telah mengembalikan proses pembebasan bersyarat Abu Bakar Ba'asyir kepada pemerintah. Dia menganggap dirinya tidak lagi memiliki kewenangan terkait hal itu.
"Bahwa kemudian ada perkembangan dan kebijakan baru dari Pemerintah, maka saya kembalikan segala sesuatunya kepada Pemerintah," kata Yusril melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (22/1).
Kuasa Hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra. (CNN Indonesia/ Hesti Rika)
|
Seperti diketahui, kabar pembebasan Abu Bakar Ba'asyir dimulai ketika Yusril mendatangi Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat pada Jumat (18/1). Dia mengaku diutus oleh Presiden Jokowi untuk mengupayakan pembebasan bersyarat bagi pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia tersebut.
Yusril menganggap Ba'asyir berhak mendapat pembebasan bersyarat karena telah menjalani 2/3 masa hukuman. Ba'asyir juga selalu berkelakuan baik.
Presiden Jokowi mengamini bahwa Yusril diutus olehnya. Dia mengatakan aspek kemanusiaan menjadi pertimbangan Ba'asyir bakal dibebaskan secara bersyarat.
Namun dalam konferensi pers pada Senin (21/1), Menko Polhukam Wiranto mengatakan pemerintah ingin meninjau berbagai aspek terlebih dahulu sebelum memberi pembebasan bersyarat kepada Ba'asyir.
Motif Wiranto menghelat konferensi pers tak lepas dari perbincangan di ruang publik terkait Ba'asyir yang enggan berikrar setia kepada NKRI. Padahal, merujuk dari PP No. 99 tahun 2012, narapidana teroris wajib berikrar setia kepada NKRI jika ingin memperoleh pembebasan bersyarat.
Sementara pada Peraturan Menkumham nomor 3 tahun 2018 pasal 84 menyebutkan mantan narapidana terorisme wajib menadatangani pernyataan taat pada Pancasila dan tidak mengulangi tindak pidananya.
(mts/ain)http://bit.ly/2FGlgbw
January 23, 2019 at 04:13AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2FGlgbw
via IFTTT
No comments:
Post a Comment