Ahli bedah saraf, dr Mahdian Nur Nasution mengatakan, ketakutan yang dialami masyarakat umum disebabkan oleh minimnya kepercayaan masyarakat kepada tenaga medis Indonesia.
"Misalnya, ada sepuluh pasien dan satu mengalami kegagalan saat operasi, beritanya langsung menyebar dan viral sehingga masyarakat takut," ujar Mahdian dalam agenda pengenalan teknologi pescuteneous endoscopic cervical discectomy (PECD) di RS Meilia, Cibubur, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saraf terjepit atau herniated nucleus pulpouses (HNP) biasanya terjadi akibat adanya tekanan pada saraf. Mengutip Mayo Clinic, tekanan itu terjadi pada tulang dan otot. Tekanan ini mengganggu fungsi saraf, menyebabkan rasa sakit, dan mati rasa.
Kini, mengobati saraf terjepit tak lagi memerlukan proses pembedahan yang rumit seperti operasi besar. Saat ini Indonesia telah mengenal teknologi PECD yang sudah ditemukan di dunia sejak 1990 silam.Sebelumnya, medis Indonesia menggunakan teknologi cervical discentomy and fusion (ACDF). Namun, sayangnya teknologi itu menimbulkan beberapa komplikasi seperti disfalgia, hematoma, kegagalan pemasangan implan, dan lain sebagainya.
"Setidaknya PECD memberikan harapan yang lebih baik," ujar Mahdian. Teknologi ini membuat proses pemulihan pasien menjadi lebih singkat dan meminimalisir kerusakan jaringan.
Hingga saat ini, Mahdian telah menangani 10 kasus dengan kesuksesan mencapai 90 persen. Keberhasilan bergantung pada dekompresi elemen saraf yang kuat. Teknologi ini dapat menjadi pilihan jika terapi fisik atau obat-obatan gagal untuk meredakan nyeri yang diakibatkan terjepitnya saraf. (ims/asr)
https://ift.tt/2ECWbwe
March 01, 2019 at 01:49AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2ECWbwe
via IFTTT
No comments:
Post a Comment