Direktur HuMa Dahniar Adriani menjelaskan bahwa eksistensi lembaga adat kian terlupakan. Padahal dalam praktiknya, lembaga adat berjasa besar dalam mengawasi sekaligus menjaga SDA agar bisa dinikmati warga sekitar dalam kadar yang wajar.
Masalah muncul ketika Undang Undang Desa yang lawas berlaku muncul akibat tidak langsung berupa menipisnya pengakuan negara akan lembaga adat.
"Misalnya dulu di Aceh ada lembaga Panglima Laot, itu dihilangkan, jd semua disamakan. Kalaupun ada lembaga adatnya sudah dari luar. Jadi bukan dari komunitas itu sendiri," kata Dahniar saat ditemui dalam diskusi di kantor Walhi, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (15/2).Meski UU Desa yang menghimpit peran lembaga adat sudah dicabut, tantangan regulasi masih ada. Dahniar melanjutkan bahwa produk hukum daerah yang berlaku saat ini belum menjadi penghalang utama eksistensi lembaga adat.
Dahniar menjelaskan bahwa suatu lembaga adat tak bisa bergerak kecuali dia sudah mendapat pengakuan dalam peraturan daerah setempat. Tak hanya itu, harmonisasi peraturan daerah dengan pusat serta pembedaan kewenangan kerap kali menyulitkan warga adat memangku kembali haknya.
"Solusinya adalah harmonisasi perda, harmonisasi kewenangan. Kewenangan pusat juga seringkali tidak jelas," cetus Dahniar.Secara umum Dahniar skeptis topik pelestarian SDA dan masyarakat adat akan jadi materi debat kedua kubu dalam debat capres pada Minggu, 17 Februari ini. Dia menilai paradigma kedua kubu capres masih memandang isu lingkungan sebagai penghambat laju ekonomi.
"Karena orang selalu mengatakan lingkungan itu bertentangan dengan ekonomi. Jadi lingkungan dan masyarakat adat itu penghalang kemajuan ekonomi," pungkasnya. (eks/eks)
http://bit.ly/2V4HBmL
February 16, 2019 at 11:30AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2V4HBmL
via IFTTT
No comments:
Post a Comment