Demonstrasi itu dilakukan untuk mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar mencabut Surat Keputusan nomor SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018 tanggal 10 Januari 2018.
SK itu yang isinya tentang perubahan fungsi kawasan hutan dari sebagian kawasan Cagar Alam Gunung Papandayan seluas 1.991 hektar dan Kawah Kamojang seluas 2.391 hektare menjadi Taman Wisata Alam (TWA).Staff Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Wahyudin menyatakan SK Menteri LHK itu justru menjadi legitimasi untuk merusak lingkungan di kawasan Kamojang dan Papandayan.
"SK ini melegitimasi untuk berbuat kerusakan, bukan melindungi kawasan. Karena apa? Karena cagar alam yang masih bagus justru diintervensi untuk kegiatan deforestasi," kata Wahyudin saat ditemui di sela-sela aksi.
Salah satu fasilitas pemanfaatan panas bumi, Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, Kabupaten Bandung. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
|
Ia menyatakan kerusakan itu disebabkan akibat masuknya berbagai bisnis pariwisata dan penebangan liar yang marak di kawasan tersebut
"Sebelum berubahnya status kedua cagar alam itu menjadi TWK saja kerusakan itu sudah masif dilakukan. Apalagi saat statusnya sebagai TWA, ini bakal lebih masif lagi kerusakan lingkungannya," kata dia.
Selain itu, Wahyudim menyatakan perubahan status kedua kawasan hutan cagar alam itu cacat hukum dan bertentangan dengan UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.Sebab, kata dia, SK tersebut justru telah menabrak peraturan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW) Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung, serta Kabupaten Garut karena belum ada perubahan kebijakan RTRW.
"Tak hanya itu, SK itu juga telah menabrak UU No 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan yang dimana bagaimana masyarakat harus dilibatkan untuk memahamj fungsi kawasan dan harus memahami pengelolaan hutan itu sendiri," kata dia.
[Gambas:Twitter]
Ia menyatakan pemerintah tak pernah mempertimbangkan risiko bencana alam ke depannya ketika mengeluarkan kebijakan tersebut
"Maka tuntutan kami jelas, cagar alam sebagai status tertinggi bagi kedua kawasan itu harus diselamatkan. Apalagi wilayah Bandung Selatan ini sebagai benteng terakhir wilayah konservasi lingkungan dan sebagai wilayah tangkapan air," kata dia.
Demonstrasi kali ini turut di hadiri oleh 56 orang perwakilan masyarakat dari Jawa Barat yang melakukan long march dari Bandung ke Jakarta untuk menolak keputusan tersebut.
Melalui siaran pers, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno mengklaim perubahan status cagar alam ke TWA itu dilakukan untuk pemulihan ekosistem sekitar yang sudah rusak. Perubahan status itupun diakuinya "didukung oleh 100 persen kepala desa, 75 persen pejabat kecamatan dan 87,8 persen masyarakat"."Sebagian kawasan CA Kamojang dan CA Papandayan mengalami degradasi, sehingga perlu dilakukan pemulihan ekosistem," ucapnya.
"Dalam rangka mempercepat pemulihan ekosistem tersebut, diperlukan intervensi pengelolaan, yang hanya dapat dilakukan pada Kawasan Pelestarian Alam [Taman Nasional (TN), TWA, dan Taman Hutan Rakyat (Tahura)]. Oleh karena itu diperlukan perubahan fungsi kawasan hutan dalam fungsi pokok hutan konservasi dari CA menjadi TWA," ia menambahkan.
Salah satu area di Gunung Papandayan yang digarap jadi area wisata. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
|
Menurut Wiratno, secara faktual terdapat penggarapan lahan oleh masyarakat seluas 449,17 hektare, wisata alam berupa camping dan pemancingan di Danau Ciharus, serta pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi (PJLPB) 56,85 hektare sejak 1974 di Cagar Alam Kawah Kamojang.
Sementara, di Cagar Alam Gunung Papandayan terdapat penggarapan lahan oleh masyarakat seluas 180 hektare, aktivitas wisata alam di Kawah Manuk dan Kawah Darajat, dan pemanfaatan panas bumi seluas 74 hektare sejak 1974.
[Gambas:Video CNN] (rzr/arh)
https://ift.tt/2IYzbfo
March 07, 2019 at 06:20AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2IYzbfo
via IFTTT
No comments:
Post a Comment