"Sanksi terbatas tidak bisa menjalankan operasi di negara kita," ujar Budi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (18/3).
Budi mengungkapkan larangan terbang permanen tersebut dilakukan setelah proses evaluasi. Terlebih, Federal Aviation Administration (FAA) telah menerbitkan Continuous Airworthiness Notification to the International Community (CANIC) pada 13 Maret 2019 lalu.
"Lion Air dan Garuda sudah sepakat untuk melakukan grounded atas pesawat-pesawat tersebut," ujarnya.
Di sisi lain, Budi mengizinkan maskapai di Indonesia tetap menggunakan produk Boeing yang baru diluncurkan. Menurut Budi, pemerintah tidak bisa menyamaratakan kualitas satu jenis pesawat dengan produksi jenis lain dari satu pabrikan.
"Jadi, (larangan) untuk Boeing terbatas untuk Boeing 737 Max 8 dan mungkin 9, tetapi untuk yang lain-lain tidak ada masalah," ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B. Pramesti menambahkan ia telah mendengar dari pemberitaan bahwa indikasi penyebab jatuhnya pesawat Ethiopia Airlines mirip dengan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 PK-LQP beberapa waktu lalu. Namun, pemerintah tidak bisa mengenakan sanksi berupa tuntutan kepada Boeing.
" Yang bisa minta kompensasi itu maskapai buka pemerintah, " ujarnya.
Selama produk pesawat Boeing memiliki sertifikasi tipe (TC) dari FAA yang telah divalidasi Kemenhub, maskapai tetap dapat menggunakan produk Boeing.
(sfr/agt)
https://ift.tt/2UC5DFI
March 19, 2019 at 03:26AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2UC5DFI
via IFTTT
No comments:
Post a Comment