Pemilik toko senjata Gun City, David Tipple, mengatakan bahwa Tarrant membeli empat senjata dan amunisinya antara Desember 2017 dan Maret 2018 lalu.
Namun, Tipple memastikan bahwa Gun City tidak menjual senjata gaya militer semi-otomatis yang dipakai Tarrant dalam melancarkan aksinya pada Jumat pekan lalu.
"MSSA, senjata otomatis gaya militer, yang dilaporkan digunakan pelaku tidak dibeli dari Gun City. Gun City tidak menjual MSSA kepadanya, hanya senjata api kategori A," ucap Tipple, sebagaimana dikutip Reuters.
"Kami tak mendeteksi kejanggalan lisensi. Dia adalah pembeli baru dengan izin yang baru," ucap Tipple.
Melihat masalah akibat kepemilikan senjata ini, Tipple pun mendukung rencana pemerintahan Perdana Menteri Jacinda Ardern untuk memperketat aturan.
Aturan itu membatasi akses pembelian senapan semi-otomatis. Namun, undang-undang tersebut masih dianggap lemah,
Berdasarkan undang-undang tersebut, warga berusia di atas 16 tahun bisa mengajukan izin kepemilikan senjata api.
Izin tersebut berlaku selama 10 tahun setelah mereka menyelesaikan ujian keselamatan dan pemeriksaan latar belakang oleh kepolisian.
Akibatnya, kepolisian Selandia Baru tak mengetahui jumlah senjata api yang dimiliki secara legal maupun ilegal.
Menurut perkiraan kepolisian pada 2014 lalu, ada 1,2 juta senjata api legal yang dimiliki warga sipil. Dengan demikian, 1 dari 4 orang di Selandia Baru memiliki senjata.
Ardern mencatat sejumlah kegagalan pemerintah sebelumnya untuk merevisi undang-undang ini. Ia pun memastikan bahwa pemerintahannya akan mempertimbangkan kembali larangan kepemilikan senjata semi-otomatis.
Agenda revisi aturan senjata ini kembali mencuat setelah pelaku penembakan di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood pada Jumat lalu diketahui menggunakan senjata semi-otomatis gaya militer.
Sang pelaku melepaskan tembakan secara membabi buta hingga menewaskan setidaknya 50 orang dan melukai 50 lainnya. (has)
https://ift.tt/2FjixmJ
March 18, 2019 at 08:52PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2FjixmJ
via IFTTT
No comments:
Post a Comment