Kendati demikian, arah kebijakan moneter BI belum terindikasi melonggar dalam waktu dekat.
Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS Dody Arifianto menjelaskan kebijakan moneter BI masih akan bias ketat karena masih ada risiko volatilitas di pasar keuangan dan meningkatnya defisit neraca berjalan.
"Suku bunga antar bank (JIBOR) diperkirakan akan stabil, dipengaruhi dinamika kondisi likuiditas antar bank dalam penyaluran kredit dan perbaikan pertumbuhan simpanan," ujar Dody dalam Indikator Likuiditas LPS, dikutip Kamis (5/2).
Sebelumnya, Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed memutuskan untuk tidak mengubah kebijakan suku bunga acuan mereka. Dalam rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akhir bulan kemarin, mereka memutuskan dengan suara bulat untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 2,25 persen sampai dengan 2,5 persen.
Menurut Dody, Fed sebelumnya mengeluarkan proyeksi bakal menahan suku bunga acuannya hingga akhir tahun ini. Proyeksi tersebut lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya pada Desember 2018 yang lebih tinggi 50 bps.
Ia pun memperkirakan tren kenaikan bunga simpanan telah berakhir seiring berakhirnya kenaikan bunga acuan BI. Kenaikan terbatas diperkirakan hanya bersifat penyesuaian dan berpotensi turun sehingga mengurangi kompetisi perebutan dana antar bank.
"Sinyal penurunan bunga mulai terpantau pada beberapa bank khususnya special rate sejalan dengan upaya bank menjaga margin. Di sisi lain, bunga simpanan valas lebih stabi," terang dia.
LPS memperkirakan penyaluran kredit masih berpeluang meningkat pada sepanjang tahun ini meski pertumbuhan simpanan relatif terbatas. Penyaluran kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tahun ini diperkirakan masing-masing tumbuh 12,5 persen dan 8,5 persen.
(agi/lav)http://bit.ly/2Jftzfr
May 02, 2019 at 06:21PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2Jftzfr
via IFTTT
No comments:
Post a Comment