Ada dua hal yang menjadi alasan saya untuk memilih Cirebon sebagai destinasi akhir pekan kemarin; kota ini kaya akan sejarah dan budaya. Kekayaan itu nampaknya cukup bisa diwakili lewat sejarah yang dirangkum dalam Babad Cirebon.
Meskipun kota ini sangat kecil jika dibandingkan Jakarta, namun peradaban yang membentuk kawasan ini terbilang cukup tua. Hal itu bisa dilihat dari keberadaan tiga keraton di area kota Cirebon.
Untuk menuju tempat kelahiran Batik Mega Mendung ini juga tidak perlu waktu lama. Hanya perlu waktu tiga jam jika naik kereta dari Stasiun Gambir dan mungkin perlu menambah waktu beberapa jam lagi jika ingin menggunakan moda transportasi lainnya.
08.00 - Nasi LengkoSalah satu yang membuat saya rindu dengan Cirebon adalah Nasi Lengko. Makanan ini mengingatkan saya ke masa-masa kuliah.
Meskipun tidak menempuh pendidikan di Cirebon, namun makanan khas ini kerap menjadi favorit saya.
Sebenarnya Nasi Lengko tidak terlalu menarik jika dilihat ditinjau dari aspek estetik.
Sekilas makanan ini mirip dengan ketoprak namun ketupatnya diganti nasi dan tidak menggunakan bihun, serta lebih kaya 'ornamen' seperti tempe, tahu, timun, tauge, dan daun seledri.
Nasi Lengko khas Cirebon dan pesisir utara Jawa. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Nasi Lengko bisa ditambahkan tambahan sesuai selera. Pagi itu saya memilih telor dadar dan segelas teh tawar hangat agar perut tidak terlalu bekerja keras dalam menikmatinya.
08.30 - Gua Sunyaragi
Usai menyantap Nasi Lengko, saya melanjutkan perjalanan menuju lokasi pertama, yakni Gua Sunyaragi. Beruntungnya lagi, semua informasi lokasi tujuan saya hari itu bisa diakses oleh aplikasi peta digital.
Gua Sunyaragi atau yang bernama resmi Taman Sari Gua Sunyaragi adalah tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
Konon kompleks gua tersebut dulunya dikelilingi oleh Danau Jati, namun danau tersebut sudah mengering dan berubah menjadi permukiman di dekat Gua Sunyaragi.
Gua Sunyaragi. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Perlu waktu yang sekitar 1,5 jam untuk menjelajahi setiap sudut bangunan yang berselimutkan batu karang ini.
Gua-gua buatan yang ada di dalamnya juga terbilang tidak besar, bahkan ada yang buntu dan hanya cukup untuk satu orang saja. Nampaknya memang sebagian besar gua di sini memang hanya untuk bersemedi.
Usahakan jangan datang ke tempat ini di atas pukul 09.00, karena cuaca dan mentari Cirebon sangat tidak bersahabat untuk mereka cepat kegerahan.
12.00 - Pemandian Cibulan
Usai menjelajahi Gua Sunyaragi, saya memutuskan untuk 'minggat' dari Cirebon menuju Kuningan yang hanya berjarak 24 kilometer saja.
Alasan saya saya minggat sejenak adalah mencari kesegaran yang tidak mungkin saya dapatkan di kawasan pesisir.
Setelah mengendarai motor sewaan selama sekitar 60 menit, akhirnya saya tiba di Pemandian Cibulan dan langsung menuju lokasi terapi ikan.
Perpaduan hawa sejuk, air dingin setinggi betis, dan ikan-ikan pemamah kulit mati adalah hal yang saya rindukan dari Cibulan. 'Ritual' ini cukup dilakukan tiga puluh menit saja sembari menikmati kudapan.
Pemandian Cibulan. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Petilsan Prabu Siliwangi di Cibulan. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Selain terapi ikan, di kawasan ini juga terdapat tempat yang dipercaya sebagai petilasan Prabu Siliwangi. Namun atraksi utamanya adalah berenang bersama Ikan Dewa atau Kancra (Labeobarbus douronensis) berukuran besar nan jinak yang dikeramatkan oleh warga sekitar.
Konon Ikan Dewa adalah jelmaan dari prajurit Prabu Siliwangi yang dikutuk. Tapi bagi saya, cerita tentang Sunan Gunung Jati yang menyebar ikan ini di beberapa tempat di Kuningan terasa lebih manusiawi seiring dengan langkanya ikan yang dimaksud di beberapa area seperti Waduk Darma.
13.00 - Makan siang
Usai bersantai di Pemandian Cibulan, saya memutuskan untuk menuju Linggarjati. Tempat yang sangat sejuk ini saya pikir cocok untuk mengisi perut yang sudah keroncongan.
Saya sama sekali tidak berharap pada rumah makan besar, namun saat melewati kawasan Taman Wisata Alam Linggarjati mata saya tertuju pada sebuah papan bertuliskan restoran. Karena penasaran saya pun menghampiri, pasalnya dua tahun lalu saya melewati kawasan ini tempat tersebut belum eksis.
Menu makan siang di Linggarjati. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Rupanya yang saya kunjungi adalah taman rekreasi keluarga yang cukup lengkap, bernama Ghifari Valley. Untuk mengisi perut yang keroncongan, saya segera pesan nasi beserta kawan-kawannya.
Selain rumah makan, tempat ini juga punya lokasi untuk bersenda gurau bersama anak seperti kolam renang, terapi ikan, kandang burung berukuran besar, rumah ala Teletubies, hingga vila.
Ghiffari Valley, salah satu tempat wisata keluarga di Linggarjati. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
15.00 - Keraton Kacirebonan
Usai menyelesaikan santap siang dan berjalan-jalan di Ghiffari Valley, saya segera kembali menuju Cirebon untuk melanjutkan petualangan. Tujuan saya kali ini adalah keraton termuda di Cirebon yakni Kacirebonan.
Panji di Keraton Kacirebonan. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Sebagai keraton termuda, Kacirebonan tidak seluas dua keraton lainnya. Bahkan bangunan utamanya juga tidak megah. Namun koleksi yang ada di keraton Kacirebonan tak kalah menarik untuk diteladani.
16.00 - Keraton Kasepuhan
Lokasi antara keraton Kacirebonan, Kasepuhan, dan Kanoman tidaklah jauh. Jika menggunakan sepeda motor, hanya perlu waktu 15 menit saja untuk menyambangi ketiganya.
Sebagai keraton paling tua, koleksi di tempat ini jelas sangat lebih kaya dan lebih luas. Bahkan bagi yang penasaran dengan benda-benda pusaka, ada sebuah museum yang khusus memamerkan benda pusaka milik keraton.
Keraton Kasepuhan. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
17.00 - Keraton Kanoman dan Kota Tua
Dari tiga buah keraton di Cirebon, satu-satunya yang menurut saya auranya kurang menyenangkan bagi saya adalah Kanoman.
Aura dalam konteks ini sama sekali tidak terkait dengan unsur mistis, namun alun-alun keraton yang letaknya sangat berdekatan dengan pasar tradisional. Sehingga nuansa kesakralan keraton seakan tidak saya temukan di tempat ini.
Keraton kanoman. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Namun bisa jadi Keraton Kanoman adalah tempat yang paling bisa beradaptasi dengan zaman, hal ini terbukti dari keberadaan kawasan kota tua zaman Belanda yang letaknya tidak jauh dari pasar.
Saya memutuskan untuk melenyapkan dahaga dengan es campur di kawasan pasar sembari menikmati cairnya suasana.
Es campur di pasar dekat Keraton Kanoman. CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
19.00 - Nasi Jamblang dan Tahu Gejrot
Usai berjalan-jalan di Cirebon, saya memutuskan untuk menutup hari dengan mencari Nasi Jamblang. Saya sengaja tidak mencari Empal Gentong, kuliner andalan khas Cirebon.
Nasi Jamblang. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Tahu Gejrot. (CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
|
Nasi Jamblang sekilas mirip dengan Nasi Kucing. Namun yang menjadi pembedanya adalah nasi ini dibungkus daun jati.
Lauknya bebas dipilih sesuai dengan kemampuan perut dan isi dompet. Untuk menutup hari saya pun memesan kudapan khas Cirebon yakni Tahu Gejrot
(ard)
http://bit.ly/2JfnL6e
May 12, 2019 at 10:30PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2JfnL6e
via IFTTT
No comments:
Post a Comment