"Tradis Selo Buto itu tetap dipertahankan masyarakat di Tidore Kepulauan, khususnya di wilayah Afa-Afa sebagai wujud komitmen untuk melestarikan warisan para leluhur," kata pemerhati budaya di Tidore Kepulauan, Muhammad Ibrahim di Ternate, Sabtu (25/5).
Masyarakat di daerah kelahiran Pahlawan Nasional Sultan Nuku itu menggelar tradisi Selo Buto setiap malam 27 Ramadan, karena meyakini bahwa Lailatul Qadar dalam ajaran Islam sama nilainya dengan 1.000 bulan turun pada malam 27 Ramadan.
Prosesi tradisi Selo Buto diawali dengan menancapkan sejumlah tiang kayu setinggi dua meter di pekarangan rumah warga membentuk lingkaran dengan diameter sekitar lima meter, yang menjadi tempat mengikat batang enau, pisang, jagung dan tebu.
Pohon enau, pisang, jagung dan tebu yang diikat di tiang itu harus lengkap dengan daunnya dan khusus untuk pisang dan jagung harus memiliki buah yang sudah bisa dimakan, dan semuanya merupakan hasil tanaman masyarakat setempat.
Proses selanjutnya dari tradisi Selo Buto itu, terang Muhammad, sejumlah pria menabuh tifa atau gendang rebana dan kemudian belasan pria masuk ke lingkaran sambil menari cakalele, beberapa pria di antaranya memegang salawaku atau perisai dan parang.
Setelah menari cakalele sekitar 30 menit, pria yang memegang parang menebas semua batang tanaman yang diikat di tiang kayu dan pada saat itulah terjadi hiruk, pikuk karena warga yang sejak awal menonton berebut mengambil buah pisang, jagung dan tebu.
[Gambas:Video CNN] (Antara/stu)
http://bit.ly/2K1IeuY
May 26, 2019 at 01:44AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2K1IeuY
via IFTTT
No comments:
Post a Comment