"Makin kita secara sengaja menggunakan kendaraan umum daripada kendaraan pribadi, itu membantu mengurangi polusi udara di Jakarta," tutur Anies di kawasan Thamrin, Kamis (6/12).
Pasalnya, menurut Anies, penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta berasal dari asap kendaraan bermotor. Apalagi, banyak masyarakat Jakarta yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk berpergian.
"Tapi kalau kita memilih kendaraan umum, otomatis kita akan mengurangi polusi di Jakarta," ujarnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kemudian membandingkan kondisi udara di Jakarta saat masa mudik Lebaran. Dalam kondisi itu, sambung Anies, ada pengurangan jumlah kendaraan bermotor yang cukup signifikan sehingga kondisi udara Jakarta lebih baik.
"Teman-teman menyaksikan kalau saat musim lebaran, langit Jakarta biru, kenapa? Ya mobil motornya pada enggak beraktivitas di sini. Kenapa kok biru? Ya karena bersih, artinya jika kita ramai-ramai mau menggunakan transportasi umum, maka itu akan membantu," tuturnya.
Lebih dari itu, terkait dengan nofitikasi gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) yang diajukann oleh Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota), Anies mengaku sampai saat ini masih belum membacanya.
"Belum (baca)," katanya.
Sebelumnya, Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) melayangkan notifikasi CLS sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah yang dianggap lalai menangani polusi udara di Jakarta.
Selain Anies, notifikasi CLS juga dilayangkan kepada sejumlah pihak selaku tergugat, yakni Presiden RI Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.
Salah satu penggugat, Inayah Wahid mengatakan gugatan itu dibuat lantaran polusi udara di Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan.
"Kami meminta pemerintah benar-benar serius menangani polusi udara yang ada sehingga tidak memakan korban terutama kelompok masyarakat yang rentan," kata Inayah dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (5/12).
Berdasarkan data alat pemantau kualitas udara DKI Jakarta, konsentrasi rata-rata tahunan untuk parameter Ozone (O3), PM 10 dan PM 2.5 selalu melebihi ambang batas normal.
Dalam catatan alat pemantau kualitas udara Kedutaan Amerika Serikat di Januari hingga Oktober 2018, masyarakat Jakarta Pusat menghirup udara "tidak sehat" selama 206 hari untuk parameter PM 2.5. Sedangkan di Jakarta Selatan, total hari dengan kualitas udara yang buruk mencapai 222 hari.
Alat pemantau tersebut mencatat partikel debu halus yang dihirup manusia yakni PM 2.5 ada di atas 38 µg/m³, bahkan di hari-hari tertentu mencapai 100 µg/m³.
Padahal, merujuk pada World Health Organization (WHO) ambang batas aman udara yang dihirup manusia untuk PM 2.5 adalah 25 µg/m³.
(dis/agr)https://ift.tt/2GfIarp
December 07, 2018 at 07:22AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2GfIarp
via IFTTT
No comments:
Post a Comment