Salah satunya, kata Tjahjo, petugas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang hendak melakukan perekaman e-KTP di Papua kerap kali dimintai sejumlah uang di jalan oleh segerembolan orang. Namun, Tjahjo tak menyebutkan secara rinci siapa kelompok tersebut.
"Itu dia tim e-KTP kami saja dipalak kok, setiap tiga kilometer ada gerombolan datang, (kami) bayar Rp5 juta," ujarnya saat berada di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/12).
Itulah, kata dia, yang menjadi salah satu sebab perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) masih sangat minim di wilayah Papua. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri di perekaman data e-KTP di Papua baru sekitar 70 persen.
"Mengenai perekaman e-KTP, saat ini total (se-Indonesia) sudah mencapai 97,33 persen, hanya di Papua saja yang perekaman datanya ini masih sangat minim," kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh di tempat yang sama.
Selain masalah keamanan, ucap Zudan, terdapat beberapa kendala lain dalam perekama e-KTP. Pertama kondisi geografis di sana cukup sulit dijelajahi. Alhasil petugas pencatatan sipil cukup kesulitan menjangkau daerah-daerah pedalaman
"Kedua karena penduduk di sana belum menganggap pentingnya dokumen kependudukan karena masyarakat di sana rata-rata bertani, bernelayan," tutur Zudan.
Oleh karena itu, Zudan mengatakan petugas Dukcapil di daerah harus 'menjemput bola' mendatangi masyarakat agar bisa melakukan perekaman e-KTP.
Kendala lainnya adalah perlengkapan e-KTP yang rusak. Zudan mengatakan pemerintah pusat hanya bisa memberikan satu alat perlengkapan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Akibatnya, pengadaan alat baru untuk mengganti yang rusak itu menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"APBN hanya boleh di berikan satu kali alat perlengkapan e-KTP dan kalau itu rusak menjadi beban APBD harus pengadaannya," ucapnya.
(SAH/kid)https://ift.tt/2Pnztun
December 07, 2018 at 08:10AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2Pnztun
via IFTTT
No comments:
Post a Comment