"Banyak pelaku LGBT semakin ragu untuk melakukan uji HIV dan ragu dengan sistem kesehatan Singapura. Kemungkinan mereka memilih bersembunyi," kata Jean Chong, pendiri lembaga advokasi LGBT dan pengidap HIV di Singapura, Sayoni, seperti dilansir Reuters, Kamis (31/1).
Jean mengatakan saat ini para pelaku LGBT di Singapura dianggap sebagai kriminal karena mereka masih menerapkan kitab undang-undang hukum pidana masa kolonial Inggris. Dia menyatakan sudah membuka layanan konseling bagi para pelaku LGBT dan pengidap HIV untuk melapor, tetapi mereka tetap ragu akan jaminan keamanan data.
Akibat kebocoran data itu, Jean tidak bisa memungkiri kalau para penyuka sesama jenis dan pengidap HIV semakin takut melapor dan mencari perlindungan. Dia mengaku sudah menerima sejumlah keluhan dari kelompok LGBT yang khawatir kebocoran data itu bisa berdampak luas, dan bahkan mereka terancam kehilangan pekerjaan jika data itu tersebar.
Di sisi lain, penyuka sesama jenis di Singapura juga semakin rentan mendapatkan perlakuan diskriminatif akibat kebocoran data itu.
Kementerian Kesehatan Singapura sudah meminta maaf atas kebocoran data para pengidap HIV. Data itu dicuri oleh seorang lelaki asal Amerika Serikat, Mikhy Farrera Brochez. Ternyata dia sudah memegangnya sejak 2016.
Dua tahun lalu Singapura menangkap dan mendakwa Brochez dalam kasus narkoba dan penipuan, karena berdusta soal status kesehatannya yang ternyata seorang pengidap HIV.
Singapura lantas mengusir Brochez setelah menjalani masa hukuman penjara. Dia kini ditahan oleh aparat Amerika Serikat dalam perkara lain. (ayp/ayp)
http://bit.ly/2GcL9Pq
February 01, 2019 at 12:11AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2GcL9Pq
via IFTTT
No comments:
Post a Comment