"Dari prognosa PT Inalum, pendapatan sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) turun dari tahun lalu US$4 miliar menjadi satu koma (miliar dolar AS)," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Bambang Gatot Ariyono dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (9/1).
Saat ini, peralihan operasional ke tambang bawah tanah (underground) dilakukan secara bertahap, dan kinerja akan lebih kencang mulai 2020.
"Nanti (pendapatan) 2020 naik, 2021 naik lagi, terus yang paling optimal sampai 2025 baru akan stabil," ujarnya.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak menambahkan pendapatan Freeport yang menurun sejalan dengan merosotnya produksi perusahaan.
Yunus menyebutkan produksi konsentrat tembaga Freeport sepanjang tahun lalu mencapai 2, 1 juta ton. Sebanyak 1,3 juta ton di antaranya untuk ekspor dan 800 ribu ton sisanya dimurnikan di dalam negeri.
Tahun ini, produksi konsentrat tembaga perseroan diperkirakan hanya akan mencapai 1,2 juta ton. Sebanyak 1 juta ton di antaranya dimurnikan di dalam negeri oleh PT Smelting dan 200 ribu ton sisanya diekspor.
"Nanti akan naik lagi. Puncak produksi baru 2025," ujarnya. (sfr/lav)
http://bit.ly/2sh9w6D
January 09, 2019 at 11:04PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2sh9w6D
via IFTTT
No comments:
Post a Comment