Mereka menuntut pembayaran pesangon senilai Rp7,2 miliar yang sudah terlunta-lunta selama lebih dari satu tahun. Mereka adalah 162 eks karyawan Sevel dari total 254 orang.
Kuasa Hukum eks karyawan Sevel Oktavianus Setiawan mengaku sempat bertemu dengan Melani, salah seorang perwakilan MDRN selaku General Manager Human Resources Development (HRD), bersama empat eks karyawan.
Namun, ia menuturkan diskusi selama dua jam itu berjalan alot karena belum memberi kepastian. "Kami jelas meminta agar sisa pesangon sebesar Rp7,2 miliar yang kami perjuangkan hari ini harus dituntaskan," tegas dia.
Menurut dia, Melani sempat menghubungi Direktur MDRN Johannis. Namun, yang bersangkutan diklaim tak memberikan jawaban memuaskan.
"Dalam pertemuan sempat break (jeda) sebentar. Ya sudah kalau minta waktu dua minggu kami juga tak bisa menentang karena kami datang ke sini cinta damai," imbuhnya.
Bahkan, Oktavianus mengklaim sempat menanyakan kemampuan keuangan perusahaan dalam membayar kewajibannya. Sayangnya, pertanyaan itu tak juga direspons.
"Padahal kalau perusahaan mau bilang berapa, ya kami mau bernegosiasi tidak apa-apa. Yang penting ada kejelasan," tutur dia.
Yang lebih mengecewakan lagi, manajemen tak mau memberikan data transparan berapa uang jaminan kontrak (security deposit) dari Sevel pusat yang diraih dan digunakan untuk apa saja.
"Karena waktu bertanya sama pihak yang berwenang mencairkan security deposit itu mengaku sudah memberikan satu tahap, tapi pas tanya ke Modern Internasional-nya ternyata sudah tiga kali," papar Oktavianus.
Sepengetahuannya, total security deposit sebesar US$5 juta. Dalam satu tahap yang dibayarkan sekitar US$1 juta. Apabila sudah dibayar sebanyak tiga tahap, artinya dana yang diraih perusahaan sebesar US$3 juta.
"Tapi ini tidak jelas. Jadi kami mencium ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) di sini. Indikasinya karena simpang siur seperti ini," ujarnya.
Untuk itu, Oktavianus mengaku telah melaporkan Modern Internasional kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Oktober tahun lalu dengan dua tuntutan, yakni meminta tanggung jawab untuk membayar sisa pesangon dan indikasi TPPU.
"Walaupun dalam dua minggu nanti ada kepastian dari perusahaan, ya kami tidak bisa cabut laporan. Semua proses hukum akan berjalan, tapi kami kedepankan musyawarah juga agar bisa lebih cepat," kata Oktavianus.
Lebih lanjut ia menjelaskan total pesangon yang harus dibayar kepada 162 karyawan sebesar Rp11,6 miliar. Namun, perusahaan baru membayar Rp4,3 miliar, dimana pembayaran terakhir dilakukan pada Mei 2018 lalu.
Kalau nantinya skema pembayaran sisa pesangon akan dicicil kembali atau tidak, Oktavianus menyebut tak mempermasalahkannya. "Yang penting kepastian saja," tandasnya.
CNNIndonesia.com sudah mencoba untuk konfirmasi hal ini kepada manajemen Modern Internasional Johannis melalui telepon dan pesan singkat, tapi yang bersangkutan belum juga merespons hingga berita ini diturunkan.
(aud/bir)
http://bit.ly/2AAOCUC
January 09, 2019 at 10:06PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2AAOCUC
via IFTTT
No comments:
Post a Comment