Massa menilai wacana tersebut yang sejatinya bertentangan dengan reformasi TNI.
"Kekerasan-kekerasan yang melanggar HAM dihasilkan akibat dari penguatan politik militer pada era baru sehingga penguatan politik era baru basis dasarnya itu adalah dwifungsi itu sendiri," kata Direktur Imparsial Al Araf, Kamis (28/2).
Al Araf juga mengatakan bahwa aksi ini sangat relevan karena mereka tidak ingin mengulang masa kelam di masa lalu.
Hal-hal yang sudah dilakukan para aktivis dalam kegiatan aksi kamisan, kata Al Araaf, dengan upaya membatalkan kebijakan dwifungsi seperti mengirim surat kepada Presiden, mencoba bertemu dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan membuka ruang kepada pemerintah serta langkah-langkah lain untuk menyampaikan aspirasi mereka.
"Hari ini kan kamisan kita selalu kirim surat ke presiden atas nama Suciwati dan Sumarsih, kedua kita mencoba melakukan peluang lobi kepada komisi I DPR dan juga membuka ruang kepada pemerintah serta akan melakukan langkah-langkah lain untuk menyampaikan aspirasi," Ujar Al Araf.
Sebanyak kurang lebih 450 orang mengikuti aksi ini untuk menolak kembalinya militer untuk menduduki jabatan sipil. Aksi ini tidak menimbulkan kemacetan di kawasan Istana Merdeka, massa begitu tertib dalam aksinya.
Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 dari para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. Aksi Kamisan yang digelar hari ini merupakan aksi yang ke-576.
Massa aksi masih setia mengenakan pakaian serba hitam, payung hitam, dan berdiri menghadap Istana Merdeka sambil membentangkan spanduk menuntut pemerintah segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM dan penolakan kembalinya militer untuk menduduki jabatan sipil.
Wacana militer menempati jabatan sipil ini bermula ketika Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berencana membuat kebijakan agar perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) TNI masuk ke kementerian/Lembaga di Indonesia. Wacana ini merupakan solusi atas banyaknya pati dan pamen yang belum mendapat jabatan di struktur TNI.
Hadi mengusulkan revisi Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi ini nantinya akan memungkinkan TNI bisa menduduki kursi birokrat sesuai dengan jumlah pati dan pamen yang nonjob.
Wacana ini terus bergulir dan tak sedikit menuai kritik. Banyak dari kritik itu menyebut wacana ini sama saja menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang dulu berjaya di era Orde Baru.
(sas/ain)https://ift.tt/2EiHEo9
March 01, 2019 at 04:26AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2EiHEo9
via IFTTT
No comments:
Post a Comment