Pages

Tuesday, March 19, 2019

Atasi Masalah Lahan, Kemenko Perekonomian Gandeng LAPAN

Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Koordinator Perekonomian meminta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk membantu mereka mempercepat Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Kebijakan tersebut diharapkan bisa memberi rekomendasi pemerintah untuk menuntaskan kasus tumpang tindih lahan.

Deputi bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo menerangkan seharusnya kebijakan One Map Policy telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 11 Desember 2018 lalu. Namun, proses kebijakan tersebut masih cukup panjang karena meliputi tiga tahap, yakni kompilasi peta tematik yang dimiliki kementerian dan lembaga, sinkronisasi peta, dan integrasi peta.

Saat ini, proses baru memasuki tahap sinkronisasi dengan tingkat kemajuan (progress) mencapai 90 persen. Dengan kemajuan tersebut dalam waktu dekat, proses One Map Policy bisa masuk ke dalam integrasi peta.

Hanya saja, proses integrasi peta ini juga akan memakan waktu. Sebab, berdasarkan hasil proses sinkronisasi, terdapat beberapa lahan yang tumpang tindih satu sama lain.


Ia mencontohkan, di Kalimantan terdapat 19 persen lahan yang tumpang tindih. Sementara itu, terdapat 13 persen lahan di Sumatera yang tumpang tindih. Penyelesaian tumpang tindih ini sangat krusial. Sebab hasil akhir dari One Map Policy adalah satu peta yang memperlihatkan penggunaan lahan dengan jelas, tanpa tumpang tindih. Maka dari itu, Kemenko Perekonomian butuh pencitraan satelit dari LAPAN.

"Kami sudah melakukan inventarisasi daerah yang tumpang tindih dan kami akan fokus menyelesaikan ini sebelum mengintegrasikan seluruh peta tematik. Dan permasalahan ini bisa akurat dengan butuh peta dengan pencitraan mumpuni," jelas Wahyu, Selasa (19/3).

Ia menuturkan, pencitraan satelit yang dihasilkan LAPAN akan menciptakan peta dengan skala 1:5.000. Sebelumnya peta yang dimiliki kementerian dan lembaga adalah 1:50.000.

[Gambas:Video CNN]

Nantinya, penggunaan skala peta ini hanya akan dikhususkan di lokasi yang punya potensi lahan tumpang tindih.

Setelah pencitraan selesai, ia berharap peta inventarisasi tumpang tindih bisa selesai maksimal Juni tahun ini. Kemudian, Kemenko Perekonomian akan menyiapkan rekomendasi terkait tumpang tindih lahan tersebut.

Misalnya, sesuai pencitraan LAPAN, terdapat sebidang lahan yang tumpang tindih antara kawasan hutan dan pertambangan. Dengan skala yang lebih detail, pemerintah bisa memberikan rekomendasi mengenai siapa sebenarnya pengguna lahan tersebut.

"Mengutip kata Pak Menteri Koordinator Perekonomian, hasilnya ini tak boleh ada yang win-win, harus win-lose, jadi satu lahan ini harus ada validasi siapa (yang mengelola)," jelas Wahyu.


Adapun menurutnya, kriteria mengenai win-lose ini akan ditentukan setelah pemerintah melakukan validasi pencitraan LAPAN ke lapangan. Setelahnya, pemerintah juga akan mengkaji aspek legalitas lahan dan dasar hukum penggunaan lahan tersebut.

Masih mengambil contoh tumpang tindih antara lahan pertambangan dan kawasan hutan. Jika sebidang tanah tersebut sudah ditetapkan melalui aturan pemerintah sebagai kawasan hutan sebelum izin pertambangan keluar, maka sudah pasti lahan tersebut akan ditetapkan sebagai kawasan hutan.

"Kriteria win-lose ini akan kami tetapkan nanti. Yang pasti kami ingin rekomendasi mengenai tumpang tindih lahan selesai tahun ini," papar dia.

Sementara itu, Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengatakan pencitraan dengan skala yang lebih detail ini bisa dimanfaatkan untuk kebijakan ekonomi lain, seperti moratorium lahan kelapa sawit dan menghitung luas lahan sawah baku. Bahkan, pencitraan lebih detail ini sebelumnya sudah dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk melacak objek pajak dalam bentuk harta tetap.

"Misalnya di Jawa Tengah, kami memotret objek-objek pajak. Misalnya, di satu kawasan tadinya belum dibangun pabrik tapi kemudian tahun berikutnya sekarang sudah ada bangunan pabrik tentu itu akan menjadi objek pajak," papar dia.

(glh/agt)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2HI4SHp
March 19, 2019 at 09:35PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2HI4SHp
via IFTTT

No comments:

Post a Comment