Sayang, tak semua ibu lancar memberikan ASI untuk si buah hati. Tengok saja curhatan Sandi tentang sang istri, Nur Asia Uno, yang hanya memberikan ASI selama enam bulan kepada anak bungsunya.
Terhambatnya ASI pada masa awal menyusui disebabkan oleh beberapa faktor risiko. "Faktor risiko itu meliputi usia, hormon, riwayat sakit, konsumsi obat, dan gizi ibu," ujar konselor laktasi, dr Ambheeta Drupadi pada CNNIndonesia.com, Senin (18/3).
Dari faktor usia, misalnya, di mana masa hamil dan menyusui terbaik berada pada usia 20-35 tahun. Usia di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun, kata Ambheeta, berisiko tinggi mengalami penghambatan ASI.
Selain itu, ketidakseimbangan hormon juga bisa mengakibatkan perubahan pada produksi ASI ketimbang ibu yang normal. Riwayat sakit seperti sindrom autoimun dan tumor payudara juga dapat mempengaruhi produksi ASI. Beberapa jenis obat-obatan yang sedang dikonsumsi juga dapat mengurangi produksi ASI.
Ibu yang memiliki asupan gizi yang cukup juga akan membuat produksi ASI menjadi lebih baik.
Terlepas dari faktor risiko itu, Ambheeta menyebut, penyebab menurunnya produksi ASI terbanyak adalah kesalahan dalam menyusui bayi.
Pumping, Faktor Penyebab Terbanyak
"Yang paling banyak adalah ibu menyusui, namun bayinya tidak menyusui langsung. Misalnya, dipompa dan bayi meminumnya melalui dot," ungkap Amheeta yang berpraktik di Mayapada Hospital Jakarta Selatan.
Amheeta menjelaskan, proses bayi yang menyusui langsung dapat merangsang produksi ASI pada ibu. Bayi dapat merangsang payudara memproduksi ASI jika perlekatan dan cara menyusui dilakukan dengan tepat.
Jika proses menyusui ini dilakukan dengan tepat, Amheeta menyebut, produksi ASI akan tetap lancar karena terus dirangsang.
"Konsep ASI itu supply and demand, jadi jika perlekatannya benar ASI akan menyesuaikan dengan kebutuhan bayi," ujar Amheeta.
Jika ASI berkurang, Amheeta menyarankan ibu untuk mendapatkan konseling. Biasanya, hal pertama yang bakal dianjurkan adalah ibu mesti memeriksa dan memperbaiki cara menyusui dan perlekatan yang benar.
Bila masih belum ada perbaikan ASI dan berat badan bayi, pemeriksaan lanjutan pada bayi dan ibu harus dilakukan. Hal ini guna mencegah kekurangan gizi atau stunting pada bayi, meskipun ASI bukan satu-satunya penyebab stunting maupun gizi buruk.
"Mesti dicek anatomi bayi dan kelainan kongenital seperti jantung bocor atau gangguan pencernaan. Lalu dilakukan tindakan agar ke depannya tidak menjadi gizi buruk dan stunting, karena ASI bisa menjadi salah satu faktor," ucap Amheeta.
Amheeta menegaskan setiap tindakan pada ibu dan bayi memerlukan pemeriksaan dan diagnosis yang tepat dari dokter.
[Gambas:Video CNN] (ptj/asr)
https://ift.tt/2CtO97m
March 19, 2019 at 11:09PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2CtO97m
via IFTTT
No comments:
Post a Comment