Pages

Monday, March 11, 2019

Supersemar di Tahun Politik, Misteri Sejarah di Laci Cendana

Jakarta, CNN Indonesia -- Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) hari ini diperingati di usianya yang ke-53 tahun. Supersemar adalah surat perintah yang berisi instruksi Presiden Sukarno kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan guna mengatasi situasi keamanan pada 1966.

Surat perintah tersebut ditandatangani Presiden Sukarno pada 11 Maret 1966. Surat itu berisi perintah, salah satunya mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi.

Surat itu juga memerintahkan kepada Soeharto--saat itu Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib)-- untuk menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Sukarno sebagai kepala negara dan presiden.

Di luar istana negara saat itu, sisa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) masih berkecamuk. Inflasi tak tertahan di angka 30 persen Sejak 1959. Pada era 100 menteri Februari 1966, inflasi merangkak hingga 3.000 persen. (DR AH Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, 1986. CV Haji Masagung).

Jadi persoalan dan masih membeban dalam sejarah, bukti fisik Supersemar sampai saat ini masih menjadi misteri. Memang ada empat versi surat tersebut secara fisik yang sempat dipegang Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Namun ketiga versi naskah Supersemar dipastikan palsu. Supersemar masih menjadi misteri. 

Supersemar di Tahun Politik, Misteri Sejarah di Laci CendanaSoeharto. (Dok. Istimewa)

Kepala Pusat Jasa Kearsipan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) saat itu, Binner Sitompul mengungkapkan surat bersejarah itu hingga kini belum ditemukan.

"Terhadap empat naskah Supersemar yang ada saat ini, tapi keempat-empatnya belum ada yang asli," katanya, Senin 17 Maret 2014, berdasarkan arsip Antara. (Baca juga: empat versi Supersemar palsu)


Ikhitiar tentang pencarian keberadaan Supersemar pernah diulas Eros Djarot, dkk dalam bukunya 'Misteri Supersemar' (2006, CV Mediakita). Naskah Supersemar diakui diketik oleh Eli Ebram, staf asisten I Intelijen Resimen Cakrabirawa. Karier militer Ebram tamat pada 1967. Dia ditangkap, dipenjara selama 12 tahun tanpa peradilan. Lepas dari penjara, dia diteror untuk tidak buka suara soal isi Supersemar.

Dalam pengakuannya, naskah Supersemar diketik berlapis karbon untuk tiga rangkap. Supersemar yang diketiknya dibuat dua halaman. Bung Karno meminta spasi dua sebagai pemisah antarbaris. Pengetikan dilakukan di kamar pribadi Bung Karno.

"Saya yang mengetik, didampingi Sabur (ajudan utama Bung Karno). Bung Karno sendiri mondar-mandir sambil mendikte. Tanpa baju kebesaran, baju santai. Tidak pakai peci," ujar Ebram (hlm20).

Ebram mengatakan Supesemar terdiri dari empat poin, yang diingatnya hanya pokok-pokoknya saja. Mengenai ajaran, koordinasi, dan laporan. Ebram tak menyebut pasti soal pembubaran PKI, apalagi pemindahan kekuasaan.


Peringatan Supersemar di tahun politik

Peringatan Supersemar ke-53 kini hadir di tengah hingar bingar tahun politik. Peringatan Supersemar jatuh sebulan menjelang penyelenggaraan Pilpres pada 17 April 2019. Faktanya, Supersemar nampak seolah bukan komoditas politik yang seksi bagi dua kubu capres-cawapres: Jokowi-Prabowo.

Puteri Proklamator Sukarno, Megawati Sukarnoputri mengaku telah cukup memetik pelajaran dari sejarah panjang Supersemar. Megawati yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengaku seolah mencukupkan misteri surat tersebut terkubur, berdiam di satu ruang sunyi.

"Kita belajar dari Supersemar. Saya selalu mengatakan, jangan pernah menghujat Pak Harto," ucap Megawati, Januari silam, di hadapan kader-kadernya. Namun Megawati mengenang, saat itu Supersemar membuat sang ayah diturunkan dengan cara yang tidak baik. "Sangat tidak baik," ujar Megawati.

Supersemar di Tahun Politik, Misteri Sejarah di Laci CendanaKetua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

Tafsir Supersemar oleh Soeharto memang jadi fatal bagi Sukarno yang berambisi melanggengkan kekuasaan seumur hidup. Lewat Supersemar, sehari setelahnya, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Surat Keputusan Presiden No. 1/3/1966. Supersemar juga membikin Soeharto menerbitkan Surat Keputusan Presiden No. 5 tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang dianggap terkait PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Ujungnya, Supersemar seolah jadi legitimasi Soeharto merangkak ke kursi istana, merebut takhta pimpinan negara dari Sukarno. Peta politik dunia berubah. Dari situ, gendang lahirnya orde baru ditabuh, langgeng selama 32 tahun.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Ada menolak kajian tentang otentisitas Supersemar dicukupkan oleh bangsa Indonesia. Asvi menolak pihak yang beranggapan mencari pembuktian sejarah Supersemar berarti mencari celah untuk menghujat Soeharto. Supersemar akan terus menjadi beban sejarah, kata dia, hingga bangsa tuntas menemukan versi aslinya.

"Naskah otentik harus dicari. Ini akan menjadi pelajaran sejarah. Ketika kita beranggapan Soeharto diberikan mandat, mestinya ia menyelip di rumah Soeharto. Di Cendana," kata Asvi Warman, dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (11/3).


Supersemar di Tahun Politik, Misteri Sejarah di Laci CendanaSukarno. AFP PHOTO

Apalagi, kata dia, Supersemar telah ditasbihkan sebagai suatu arsip yang masuk dalam pencarian Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

"Dan saat ini siapapun yang menemukan, akan mendapat hadiah Rp1 miliar. Itu jelas," tegas Asvi.

Menurutnya, saat inilah semua masyarakat Indonesia mestinya berlomba-lomba mencari naskah asli Supersemar. Pemerintah, kata dia, tinggal membuktikan seberapa beranikah menggeledah isi kediaman Soeharto untuk memeriksa dokumen bersejarah tersebut.

"Kebenaran sejarah tetap perlu dibuktikan. Dapat atau tidak itu lain perkara. Itu kan belum dicari. Sudahkah di Cendana dicari?," kata Asvi menegaskan.

(ain)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2Uv4cJl
March 12, 2019 at 12:44AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2Uv4cJl
via IFTTT

No comments:

Post a Comment