Pernyataan Mahfud itu diketahui dalam potongan rekaman video yang dibagikan di Twitter. Dalam pernyataannya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu
menilai kemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 sulit dibantah.
Sementara perolehan suara Prabowo-Sandiaga di beberapa daerah, dianggap Mahfud berasal dari daerah Indonesia yang identik dengan agama garis keras. Mahfud membahas hal ini terkait dengan wacana rekonsiliasi usai Pilpres 2019.
"Kemarin itu agak panas dan mungkin pembelahannya sekarang kalau melihat sebaran kemenangan memang ya mengingatkan kita untuk lebih sadar, segera rekonsiliasi. Karena sekarang ini kemenangan pak Jokowi ini ya menang dan mungkin sulit dibalik kemenangan itu dari cara apapun," kata Mahfud.
"Tetapi kalau dilihat sebarannya di beberapa provinsi yang agak panas pak Jokowi kalah. Dan itu diidentifikasi tempat-tempat kemenangan pak Prabowo itu diidentifikasi dulunya dianggap sebagai provinsi garis keras dalam hal agama. Misalnya Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh dan sebagainya. Sulawesi Selatan juga."
"Saya kira rekonsiliasinya menjadi lebih penting untuk menyadarkan kita bahwa bangsa ini bersatu karena kesadaran akan keberagaman, dan bangsa ini hanya akan maju kalau bersatu. Karena buktinya kemajuan dari tahap ke tahap kita raih karena kebersatuan," kata Mahfud dalam video tersebut.
[Gambas:Twitter]
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu yang kerap mengkritik Jokowi menanggapi video tersebut melalui akun twitternya @msaid_didu.
Dalam cuitannya Said meminta klarifikasi dari pernyataan Mahfud, terutama soal penyebutan Sulawesi Selatan sebagai daerah agama garis keras.
"Mohon maaf prof @mohmahfudmd, saya berasal dari Sulsel, mhn jelaskan indikator yg prof gunakan sehingga menuduh orang Sulsel adalah orang2 garis keras agar jadi bahan pertimbangan kami. Kami orang Sulsel memang punya prinsip SIRI utk menjaga kehormatan. Inikah yg dianggap keras?" kata Said Didu.
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak juga menentang pernyataan Mahfud itu.
Dahnil, melalui akun twitternya @dahnilanzar tidak sepakat dengan kata rekonsiliasi selepas pesta demokrasi 2019, seperti apa yang diucapkan Mahfud.
"Saya menghormati Pak @mohmahfudmd tapi kaget dg tuduhannya, karena ambisinya sampai tega menggunakan narasi daerah2 02 menang sprt Aceh, Sumbar, Jawa Barat dsb, sbg daerah Islam garis keras. Narasi Pak Mahfud ini yg justru memecah belah dan penuh kebencian," kata Dahnil.
Dahnil mengatakan orang yang bersikap netral seperti Mahfud namun dengan narasi yang menyudutkan Prabowo itu malah memperkeruh suasana.
"Bagaimana mungkin Pak @mohmahfudmd yg menyatakan dirinya menggerakkan suluh kebangsaan justru mengeluarkan pernyataan keruh kebangsaan dg menuduh daerah sprt Aceh, Sumbar, Jawa Barat dst yg dukung Prabowo adl daerah Islam Garis keras," katanya.
Mahfud kemudian menjelaskan pernyataannya tersebut lewat Twitter. Menurutnya, istilah garis keras itu sama dengan fanatik atau kesetiaan yang tinggi.
"Itu bkn hal yg dilarang, itu term politik. Sama halnya dgn garis moderat, itu bkn hal yg haram. Dua2nya boleh dan kita bs memilih yg mana pun. Sama dgn bilang Jokowi menang di daerah PDIP, Prabowo di daerah hijau," katanya.
[Gambas:Twitter]
Ia melanjutkan, dengan pengertian itu, Madura, daerah asal Mahfud juga adalah daerah garis keras. Madura, kata Mahfud, sama dengan Aceh dan Bugis yang bisa disebut fanatik karena kesetiaan yang tinggi pada agama Islam sehingga sulit ditaklukkan.
"Spt halnya konservatif, progresif, garis moderat, garis keras adl istilah2 yg biasa dipakai dlm ilmu politik," ujarnya.
Mahfud juga mengatakan, isu soal garis keras ini jadi panas dan digoreng karena banyak yang membaca pernyataan Said Didu ini tanpa melihat videonya.
"Pertanyaan dlm cuitan Pak Said itu tak memuat dua kata kunci yakni kata "DULU" dan usul "REKONSILIASI". Lht dong videonya," kata Mahfud.
(ryh/sur)
http://bit.ly/2Wbdqex
April 29, 2019 at 04:20AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2Wbdqex
via IFTTT
No comments:
Post a Comment