Terlebih, Calon presiden Prabowo Subianto melalui Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, kemarin menyatakan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur telah selesai.
Koalisi ini sebelumnya didukung oleh Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat. Empat partai itu mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin memandang wacana bergabungnya Gerindra ke dalam pemerintahan Joko Widodo dapat diartikan sebagai kemenangan petahana. Prabowo, dengan Gerindra yang memiliki jumlah kursi terbanyak di parlemen di periode mendatang, dinilai akan memperkuat koalisi petahana yang sudah ada jadi lebih dominan.
"Seandainya Gerindra bergabung, sama saja meluluhlantakkan oposisi. Dengan begitu, kubu 01 sukses mempreteli oposisi," ujar Ujang saat dihubungi via telepon, Jumat (28/6).
Prabowo Subianto. CNN Indonesia/Bimo Wiwoho
|
Ujang mengingatkan sebelum wacana Gerindra melompat ke kubu Jokowi menghangat, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat sudah terlebih dahulu dikabarkan akan berpindah haluan. Jika ketiganya bergabung ke gerbong petahana, ia merasa posisi pemerintah akan begitu kuat dan dominan.
"Itu kan koalisi gemuk dan sangat kuat, tentu sangat menguntungkan Jokowi," imbuhnya.
Dalam pemilu tahun ini, Gerindra memang mengantongi jumlah suara terbanyak kedua setelah PDIP dengan angka hampir 17,6 juta suara atau 12,57 persen dari total suara nasional.
Dengan hitung-hitungan hanya Gerindra saja yang bergabung ke pemerintah, suara dukungan terhadap Jokowi di parlemen periode mendatang dapat mencapai 67,47 persen. Bila ditambah PAN dan Demokrat, angkanya menjadi 82,08 persen.
Idil Akbar, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, menilai peluang Gerindra berpindah haluan akan sangat bergantung pada kesepakatan politik yang akan mereka capai dengan parpol pengusung petahana. Dalam hal tersebut, penawaran dari kubu Jokowi jadi faktor yang lebih menentukan.
"Artinya Jokowi menawarkan apa, apakah cukup strategis. Kedua, apakah tawaran itu bisa diterima secara politik atau secara kondusif di kubu Prabowo," terang Idil.
Jokowi-Ma'ruf Amin. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
|
Kendati demikian, kans Prabowo bergabung ke pemerintah dinilai tetap besar. Kebutuhan untuk tetap kompetitif di Pemilu 2024 bisa jadi penyebab.
"Karena bagaimana pun ke depannya pihak oposisi akan berpikir kembali menyiapkan Pemilu 2024 karena mereka tentu butuh sumber daya dan juga menjaga ritme organisasi," kata Idil.
Dari koalisi pemerintah, suara-suara yang mempersilakan Gerindra untuk bergabung terbilang tak sedikit. Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, mengaku tak keberatan dengan wacana tersebut.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, menyebut koalisi yang ada saat ini sudah gemuk. Akan tetapi pria yang akrab dipanggil Cak Imin itu dapat menerima kedatangan Gerindra dalam konteks rekonsiliasi.
Moeldoko, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, pun membuka diri kemungkinan tersebut. Moeldoko bahkan terbilang yang pertama kali membuka kemungkinan tersebut ke publik.
"Ya politik, enggak ada yang enggak mungkin, serba mungkin. Sangat mungkin lah," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan pada 31 Mei lalu.
Hanya saja, tak semua mendukung ide Gerindra berpindah haluan ke pemerintah. Maher Algadri misalnya, ia menolak usul berkoalisi dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf
Bagi Maher, sistem demokrasi membutuhkan peran oposisi untuk mengawasi dan mengkritik pemerintahan yang berlangsung.
"Biar yang kalah di luar menjadi oposisi, kalau enggak bukan demokrasi. Masa semua pada kongkow-kongkow. Jangan, yang sehat dong," kata Maher.
(bin/ain)https://ift.tt/2xkh37e
June 29, 2019 at 03:02PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2xkh37e
via IFTTT
No comments:
Post a Comment