Sebab, Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi merujuk pada pengamatan yang dihimpun oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terhitung tanggal 6-8 September 2019 tidak ada asap karhutla sampai ke Malaysia.
Namun, dia membenarkan data Badan Pusat Meteorologi Khusus ASEAN (ASMC) bahwa titik api atau hotspot di Indonesia dan Malaysia meningkat.
"Pada pengamatan tanggal 6 sampai 8 September itu tidak ada asap yang ke Malaysia kalau dari keterangan Ibu Dwikorita [Ketua BMKG]," kata Djati saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (13/9).
Lebih lanjut, Djati mengatakan ada ketimpangan data antara BMKG dan ASMC karena satelit yang digunakan berbeda. BMKG diketahui merujuk pada satelit Himawari-8 milik Jepang dan Satelit Sentinel milik Eropa.
Sedangkan Satelit Sentinel adalah satelit observasi bumi milik Badan Antariksa Eropa (ESA). Satelit ini dilengkapi instrumen multispektral dengan 13 saluran spektral dari saluran cahaya tampak, inframerah dekat, serta gelombang pendek inframerah.
Saat ini, Djati mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk memadamkan sejumlah titik api, salah satunya membuat hujan buatan.
"Upayanya banyak ya, dari teman-teman di lapangan sudah memadamkan bahwa kebakaran itu bukan di hutan tapi kebakaran lahan. Hujan buatan sudah diupayakan tapi tidak bisa sembarangan," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Meteorologi Khusus ASEAN (ASMC) memaparkan kabut asap yang mencemari wilayah udara Malaysia dan sejumlah negara tetangga lainnya berasal dari kebakaran hutan di Indonesia.
ASMC menyatakan kabut asap kemungkinan akan terus menyebar ke Malaysia termasuk Negara Bagian Sarawak, Malaysia, hingga Singapura.
"Sejumlah kabut asap telah bertiup ke Semenanjung Malaysia dan Singapura. Di Kalimantan, kabut asap level sedang hingga pekat muncul dari kelompok titik panas yang terus muncul di Kalimantan Selatan, Tengah, dan Barat," bunyi pernyataan ASMC yang terakhir diperbarui di situsnya pada Rabu (11/9).
Sementara itu Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan bahwa tidak ada asap lintas batas (transborder haze) dari Indonesia ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Ia menyatakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang membuat asap tidak mungkin melintas ke Malaysia. Salah satunya terkait dengan arah angin.
Berdasarkan data dari satelit sejak 5 September hingga 9 September 2019, terpantau arah angin berasal dari Tenggara menuju ke Barat Daya. Sementara itu, titik panas di Indonesia, terpantau berada di wilayah Sumatera Selatan.
"Asap di Sumatera tidak terdeteksi melintas Selat Malaka karena terhalang oleh angin kencang dan dominan di Selat Malaka yang bergerak dari arah tenggara ke barat laut," kata Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan asap juga tidak mungkin melintas dari Indonesia ke Kuala Lumpur lantaran di negeri Jiran juga terdapat hotspot lokal. Berdasarkan data dari satelit hotspot lokal itu berada di wilayah Serawak dan Semenanjung Malaysia.
Setidaknya berdasarkan data satelit pada 6 sampai 7 September, terjadi peningkatan jumlah hotspot di Malaysia (Serawak dan Semenanjung Malaysia) yakni dari 1.038 titik menjadi 1.423 titik. (din/age)
https://ift.tt/34GSuR9
September 13, 2019 at 02:14PM from CNN Indonesia https://ift.tt/34GSuR9
via IFTTT
No comments:
Post a Comment