Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.05/2018 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 81/PMK.05/2018 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.
Dalam beleid pungutan ekspor terbaru, ada kenaikan pada batasan lapisan harga yang dikenai pungutan dari rencana pemerintah sebelumnya.
Disebutkan, pemerintah membebaskan pungutan ketika harga CPO dan produk turunannya berada di bawah US$570 per ton. Padahal sebelumnya batas bawah harga CPO adalah di bawah US$500 per ton.
Dalam aturan terbaru, ketika harga CPO dan produk turunannya berada di rentang US$570 per ton-US$619 per ton, maka akan dikenai pungutan bervariasi sebesar US$5, US$10, US$15, dan US$25.
Lalu, jika harga CPO dan turunannya kembali melejit hingga di atas US$619 per ton, maka akan dibebankan pungutan bervariasi di rentang US$10, US$20, US$30, US$40, dan US$50.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan perubahan tersebut lantaran adanya perbedaan harga acuan CPO yang digunakan saat rapat penentuan perubahan tarif pungutan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan harga acuan CPO yang digunakan Kementerian Keuangan dalam menyusun regulasi.
Saat rapat, pemerintah menggunakan harga CPO acuan dari Bursa Derivatif Malaysia. Sedangkan Kementerian Keuangan menggunakan acuan harga CPO dari Bursa Komoditas Rotterdam. Keduanya merupakan acuan harga internasional untuk CPO dan produk turunannya.
"Data CIF Rotterdam itu secara rata-rata lebih mahal US$70 dibandingkan dengan Malaysia. Angkanya bedanya US$70 tidak ada masalah," jelas Darmin di Hotel Sahid, rabu (5/12).
Dengan penerbitan PMK tersebut, Darmin mengatakan, maka BPDP tidak mengenakan pungutan kepada eksportir CPO dan turunannya saat ini. Pasalnya, harga sawit anjlok cukup dalam di bawah batas harga yang dikenai pungutan dalam PMK baru.
"Jadi sudah berlaku karena tidak boleh terlalu lama itu keluar PMK-nya, karena eksportir sudah menunggu beberapa hari ini (aturan) keluar dulu baru ekspor," ujarnya.
Sebelumnya, pungutan sawit oleh BPDP-KS dilakukan pemerintah untuk mendorong hilirisasi produk sawit. Dana pungutan selama ini digunakan untuk mensubsidi selisih harga biodiesel dan program peremajaan (replanting) kelapa sawit.
(ulf/lav)https://ift.tt/2Qc5OcT
December 06, 2018 at 01:43AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2Qc5OcT
via IFTTT
No comments:
Post a Comment