Semasa hidupnya, Nh Dini dikenal aktif melahirkan karya. Berdasarkan laporan CNNIndonesia.com dua tahun silam yang dikutip dari dokumen Nh Dini di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, sastrawan kelahiran Semarang 29 Februari 1936 ini mengaku dirinya mulai menulis syair dan sajak pada usia sembilan tahun.
Mulanya, Dini menulis ditujukan pada sang kakak. Sedikit demi sedikit tulisannya meluas mengenai keadaan sekeliling rumah serta lingkungan pergaulan.
"Sekembali kakak saya dari daerah pedalaman, ayah saya menunjukkan sajak-sajak tersebut kepada kakak saya serta saudara-saudara dan keluarga yang lain. Baru pada waktu itulah saya menginsyafi kesanggupan saya dalam kesusastraan," tulisnya dalam dokumen yang diperkirakan ditulis sebelum 1972.
Lebih lanjut, Dini memaparkan bahwa sang ayah menjadi sosok yang menolongnya mengembangkan bakat menulis. Dari buku-buku pinjaman, ia mulai membaca kumpulan hasil karya Rabindranath Tagore.
Baginya, yang memiliki kesan tersendiri adalah Surat dari Raja, buku-buku terbitan Balai Pustaka karya pengarang-pengarang kita seperti Suman Hs, Marah Rusli, Selasih, Amir Hamzah, bahkan kemudian pengarang-pengarang lain yang muncul pada zaman mendekati pendudukan Jepang.
Baru saat duduk di bangku SMP, Dini mulai memahami kemampuannya menulis setelah karangannya ditetapkan sebagai contoh terbaik oleh guru bahasa. Saat SMA, ia menulis cerpen pertama bertajuk Pendurhakaan yang dimuat dan diubah oleh H.B. Jassin.
Lulus SMA, Dini yang sempat turut kursus pramugari di Jakarta, mengungkapkan keinginannya mengikuti kursus Sejarah. Saat berada di dunia penerbangan, Dini menulis karya Hati jang Damai. Baginya itu menjadi sebuah kenangan mesra untuk dunia yang digelutinya, lebih-lebih penerbangan kemiliteran.
Nh Dini di perayaan ulang tahun ke-80. (CNN Indonesia/Silvia Galikano)
|
Pada 1960, Dini meninggalkan Indonesia ke Kobe, Jepang untuk menikah dengan seorang diplomat Perancis, Yves Coffin, yang dikenalnya pada 1956.
Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah ke Pnom Penh, Kamboja. Kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967. Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis.
Setahun kemudian ia mengikuti suaminya yang ditempatkan di Manila, Filipina. Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta.
Dari hubungan dengan Coffin ini ia dikaruniai dua orang anak Marie-Claire Lintang Coffin dan Pierre Louis Padang Coffin, seorang kreator Minions.
Buku-buku karya Nh Dini. (CNN Indonesia/Silvia Galikano)
|
Dalam sejumlah karyanya, dikutip dari laporan CNNIndonesia.com berjudul 'Membaca Jejak Nh Dini', sang novelis ini turut dikenal identik menghadirkan kisah tentang perselingkuhan.
Di antaranya Rina di La Barka, Hilda di cerpen Istri Konsul, dan Sri di Pada Sebuah Kapal. Sedangkan Hiroko di Namaku Hiroko, lain lagi. Perempuan mandiri dan sukses dalam karier ini bukan berselingkuh dari perkawinan, melainkan memutuskan tidak menikah dan bahagia jadi perempuan simpanan suami sahabatnya.
Namun tema tulisan Dini utamanya mengangkat persoalan sosial kemanusiaan, seperti Orang-Orang Tran (1983) yang belakangan diterbitkan ulang dengan judul Tanah Baru, Tanah Air Kedua (1997), tentang kehidupan transmigran asal Jawa di tanah garapan baru di Kalimantan.
Kumpulan cerpen lebih beragam lagi temanya. Tentang bayi yang sakaw akibat dulu ibunya tetap madat saat hamil, tentang masyarakat yang tak tahu bagaimana menggunakan kakus yang sehat, hingga tentang keuletan perempuan desa mengelola warung pecel di kota.
Meski sudah dicap sebagai seorang sastrawan, Dini tetap rendah hati dengan mengaku hanya sebagai seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya. Ia pun digelari pengarang sastra feminis.
Kisah kehidupan Nh Dini. (CNN Indonesia/Fajrian)
|
Beberapa karya populer Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama NH Dini, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998), belum termasuk tulisan dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan.
Dari ragam karya yang ditulisnya, Dini pun beberapa kali menerima penghargaan seperti penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand, kemudian belum lama ini ia menerima Penghargaan Sepanjang Masa atau Lifetime Achievement Award dalam malam pembukaan Ubud Writers and Readers Festival 2017.
Saat itu, Dini hadir di Istana Ubud, Bali didampingi putranya yang juga kreator tokoh kartun Minion, Pierre Coffin. Penghargaan berbentuk piala buku diterimanya dari co-founder yayasan nirlaba Mudra Swari Saraswati penggagas UWRF, Janet DeNeefe.
Janet mengatakan, penghargaan diberikan pada Dini atas kontribusi besarnya di dunia sastra, terutama Indonesia. Bukan hanya itu, Dini juga berjasa bagi penegakan hak perempuan. Kata Janet, ia termasuk pionir penulis perempuan di dunia sastra Indonesia.
Nh Dini meninggal dunia karena mengalami kecelakaan dalam perjalanan setelah melakukan tusuk jarum. Berdasarkan laporan khusus tentang Dini di CNNIndonesia.com dua tahun silam, meski pada usia 80-an Dini terbilang sehat tapi ia mesti kontrol melalui jamu-jamuan dan tusuk jarum, yakni osteoartritis dan vertigo. (agn/rea)
https://ift.tt/2ARhS8V
December 05, 2018 at 02:12AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2ARhS8V
via IFTTT
No comments:
Post a Comment