"Yang jelas tadi malam KPU sudah membuat keputusan. Nah keputusan itu kan tidak bisa diumumkan (langsung). Harus dirumuskan dan dikonsep apa saja dasarnya," ujar Arief di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/12).
Arief mengklaim keputusan yang diambil KPU sejalan dengan amanah konstitusi. "Iya kami melaksanakan konstitusi. Sehingga kalau orang bertanya, apakah KPU menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)? Kami menjalankan. Sebab PKPU Nomor 26 Tahun 2018 (tentang syarat pencalonan anggota DPD) tidak pernah dibatalkan," tegasnya.
Namun demikian, Arief pun menjalankan putusan MA dalam bakal surat putusan nanti. "MA sendiri menyatakan bahwa pasal 60A PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tetap memiliki kekuatan hukum. Kan tujuan MA di situ, tetapi memberi syarat soal waktu," kata Arief.
Arief menjelaskan, surat putusan tersebut tengah disusun dan akan selesai dalam waktu dua sampai tiga hari ke depan. "Semua putusan dijalankan tapi dengan ketentuan atau dijalankan dengan syarat. Nah, tentang apa, bagaimana, kapan (persyaratannya) itu sedang kami rumuskan supaya ada dasar hukumnya," jelas Arief.
Polemik terkait pencalonan OSO sebagai caleg DPD berawal dari terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018. Di dalamnya menegaskan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. Anggota partai yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD harus mengundurkan diri dari kepengurusan parpol.
Di sisi lain, pendaftaran pencalonan DPD sudah berjalan. Termasuk OSO yang masih menjabat sebagai ketua umum Partai Hanura juga sudah mendaftarkan diri.
Putusan MK ditindaklanjuti KPU RI dengan menerbitkan aturan perubahan. Di dalamnya meminta bakal calon anggota DPD yang sudah mendaftarkan diri segera melampirkan surat pengunduran diri dari parpolnya masing-masing.
Namun, OSO tak kunjung memberikan lampiran surat tersebut ke KPU. Kemudian KPU tidak meloloskan OSO sebagai caleg DPD.OSO menempuh jalur hukum dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung. Menurut Arief, aturan PKPU perubahan itu tidak bisa berlaku karena putusan MK diterbitkan ketika proses tahapan pencalonan sudah berjalan. Sedangkan sifat dari putusan MK tidak berlaku surut.
Maka dari itu, peraturan harus melampirkan surat pengunduran diri dari parpol untuk menjadi caleg DPD baru bisa diberlakukan pada pemilu berikutnya, yakni 2024.
MA dalam putusannya pada 25 Oktober 2018 memenangkan OSO, karena menurut MA putusan MK tidak berlaku surut. Artinya aturan perubahan yang di dalamnya menyertakan harus melampirkan surat pengunduran diri dari partai menjadi tidak berlaku pada pemilu kali ini.
Oesman Sapta Odang (CNN Indonesia/Christie Stefanie).
|
Selain menggugat ke MA, OSO juga melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN memenangkan OSO dan memerintahkan KPU memasukkan nama OSO sebagai caleg DPD Pemilu 2019.
Adanya tiga putusan lembaga peradilan tersebut membuat KPU bingung dalam menentukan nasib OSO. (sah/ain)
https://ift.tt/2BQskPC
December 05, 2018 at 12:37AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2BQskPC
via IFTTT
No comments:
Post a Comment