"Rumah. Mudah-mudahan rumah kami di sini dibangun lagi sama pemerintah," kata Mu'in, nelayan Teluk Labuan saat ditemui di dekat area reruntuhan kampungnya, Selasa (25/12).
Mu'in kini mengungsi di daerah Kalumpang bersama keluarga dan tetangganya sejak Sabtu lalu (22/12). Dia mengaku tidak tahu kapan harus meninggalkan lokasi pengungsian. Di samping khawatir tsunami akan kembali terjadi, Mu'in juga tidak tahu harus pergi ke mana karena sudah tak punya rumah.
"Saya mau cari pakaian juga enggak bisa. Engga tahu benda benda punya saya dimana. Hancur semuanya, berantakan," kata Mu'in.
Mu'in menyebut hampir semua nelayan yang tinggal di Teluk Labuan kehilangan tempat tinggal, termasuk warga yang selama puluhan tahun bernaung di bangunan semipermanen.
Dia mengamini masih ada nelayan yang memiliki rumah. Umumnya, tempat tinggal mereka berupa rumah permanen dan agak jauh dari pantai.
"Kalau yang dekat pantai, dekat pelelangan ikan sini, rumah tembok juga jebol semua," kata Mu'in.
Di samping rumah, Mu'in berharap pemerintah daerah dan pemerintah pusat memberikan para nelayan kapal baru untuk melaut. Dia mengatakan semula terdapat sekitar 200 kapal, namun kini hanya tinggal hitungan jari yang masih bisa digunakan. Dengan kata lain, mayoritas nelayan tak punya kapal untuk melaut lagi di kemudian hari.
Meski terkejut dengan terjangan tsunami secara langsung, dia mengaku akan tetap bekerja sebagai nelayan dan mendekati wilayah laut.
"Ya sekarang jadi agak takut. Tapi mau kerja apa lagi. Saya jadi nelayan dari tahun 1978," ucap Mu'in yang mengaku kini sudah berusia 62 tahun.
Kampung Nelayan Porak Poranda
Kampung nelayan sekaligus lokasi tempat pelelangan ikan, Teluk Labuan, porak poranda akibat terjangan gelombang tsunami dari Selat Sunda. Seluruh warga setempat sudah mengungsi ke daerah yang lebih tinggi.
Pantauan CNNIndonesia.com, kondisi di wilayah tersebut sangat berantakan. Hampir seluruh bangunan permanen hancur dan hanya menyisakan puing. Bahkan, sudah tidak ada yang berfungsi, termasuk bangunan Tempat Pelelangan Ikan Higienis PPP Labuan.
Bangunan semipermanen bahkan lebih parah, tidak ada yang tersisa. Hanya puing-puing berserakan bersama sampah yang menggunung. Diketahui, mayoritas nelayan tinggal di rumah semipermanen yang berjarak tak lebih dari 10 meter dari bibir pantai.
Beton tebal tempat bersandar kapal juga banyak yang bolong. Kapal-kapal kayu milik nelayan terdampar tak beraturan. Sebagian besar kondisinya pun rusak.
"Kalau kapal yang kecil sudah di laut semua. Sudah enggak kelihatan. Rusak, habis itu terbawa ke laut," ucap Mu'in.
Mu'in sendiri sudah tak memiliki rumah. Tempat tinggalnya kini berupa puing-puing, kapalnya pun entah kemana. Dia yakin alat untuk melaut yang dimilikinya itu sudah hancur diterjang tsunami.
"Saya masih bisa selamat karena sabtu malam lihat air tinggi banget. Waktu itu juga belum tidur, jadi bisa langsung lari ke bukit," kata Mu'in.
Saat ditemui, Mu'in tengah membantu sanak saudaranya membereskan rumah. Beruntung, rumah saudaranya itu tidak hancur lantaran terhalang bangunan besar gudang penyimpanan es yang masih kokoh. (bmw/lav)
http://bit.ly/2ELWtkN
December 25, 2018 at 11:06PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2ELWtkN
via IFTTT
No comments:
Post a Comment