Jokowi mengatakan syarat itu harus dipenuhi karena mekanisme yang ditempuh adalah pembebasan bersyarat, bukan murni. Selain itu, Jokowi menilai syarat yang diberikan merupakan syarat paling mendasar sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Syarat itu harus dipenuhi. Kalau tidak, saya tidak mungkin lakukan. Contoh, setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila. Sangat prinsip sekali, sudah jelas sekali," ucap Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (22/1).
Menurut Jokowi, dirinya akan melanggar ketentuan hukum bila membebaskan Ba'asyir tanpa yang bersangkutan memenuhi syarat setia pada NKRI dan Pancasila.
"Kan, ada ketentuan dan mekanisme hukumnya, masa saya disuruh nabrak? Apalagi ini sesuatu yang basic, setia kepada NKRI dan Pancasila," katanya.
Jokowi mengatakan ia tetap menunggu hasil kajian yang saat ini dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan dikoordinasikan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Wiranto."Semua masih kajian di Kemenkumham dan kami serahkan juga kepada keluarga besar Ustaz Abu Bakar Ba'asyir," katanya.
Lebih lanjut Jokowi kembali menegaskan tidak ada motif atau latar belakang lain selain kemanusiaan di balik rencana pembebasan Ba'asyir. "Jadi ini soal kemanusiaan, tapi kami juga ada ketentuan hukum, ada mekanisme hukum yang perlu dilakukan," tuturnya.
Rencana pembebasan Ba'asyir diungkapkan pertama kali oleh Yusril Ihza Mahendra selaku penasihat hukum Presiden Jokowi, Jumat pekan lalu.
Pembebasan bersyarat kepada Ba'asyir disebut Yusril berdasarkan UU tentang Pemasyarakatan. Selain itu Yusril mengatakan Jokowi mempertimbangkan alasan kemanusiaan.
Pihak Ba'asyir telah menyatakan tidak mau memenuhi ikrar setia pada Pancasila dan NKRI sebagai syarat pembebasan. Sikap itu dilatari prinsip Ba'asyir yang disebut hanya setia dan patuh kepad Allah.
Atas sikap itu Yusril mengatakan Presiden tetap berencana membebaskan Ba'asyir meski pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki itu menolak berikrar setia pada Pancasila.
Belakangan Menko Polhukam Wiranto menyatakan pemerintah masih perlu mengkaji berbagai aspek sebelum memberikan pembebasan bersyarat kepada Ba'asyir."Masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya," ujar Wiranto, kemarin.
Sementara itu Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meminta Ba'asyir keluar dari Indonesia jika tetap tak mengakui Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
"Ya pengertian saja, karena [Indonesia] negara Pancasila, kalau enggak Pancasila keluar dari sini, itu kan dibebaskan ya keluar," kata Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta.
Yusril sendiri menjelaskan ihwal polemik syarat setia pada Pancasila dan NKRI. Kata Yusril, syarat setia pada NKRI memang termaktub dalam Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.Hanya saja aturan itu tak berlaku untuk kasus Ba'asyir. Yusril beralasan aturan itu terbit pada 2012, sementara Ba'asyir divonis sejak 2011.
"Itu tidak berlaku kepada Ustaz Ba'asyir. Kenapa tidak, karena dia baru dipidana tahun 2011. Sebelum PP itu keluar. Jadi aspek hukumnya sudah klir. Enggak ada masalah," ungkap Yusril kepada CNNIndonesia.com.
Yusril mengatakan peraturan turunan yang berlaku untuk pembebasan Ba'asyir adalah PP No 28 tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam peraturan tersebut, tidak ada kewajiban bagi seorang narapidana terorisme menandatangani ikrar terhadap Pancasila dan NKRI.
"Di situ tidak ada ketentuan bahwa napi teroris harus setia kepada Pancasila. Adanya di dalam PP 99 tahun 2012, tapi itu tidak berlaku bagi Ba'asyir," jelasnya. (uli/wis)
http://bit.ly/2RGIOU6
January 22, 2019 at 11:18PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2RGIOU6
via IFTTT
No comments:
Post a Comment