Mengutip Reuters, Senin (21/1), perlambatan ekonomi China ini memicu kekhawatiran tentang risiko pertumbuhan ekonomi dunia. Harap maklum, China dikenal sebagai negara dengan ekonomi kedua terbesar di dunia. Sumbangsih China juga mencapai sepertiga dari pertumbuhan ekonomi dunia.
Biro Statistik Nasional (NBS) melansir Produk Domestik Bruto (PDB) China pada kuartal keempat tumbuh 6,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini lebih lambat ketimbang kuartal ketiga tahun lalu, yakni 6,5 persen. Namun, hal ini pun sudah diproyeksikan pelaku pasar dan investor.
Tanda-tanda perlambatan sebetulnya telah tampak beberapa bulan terakhir ini, seperti aktivitas perdagangan yang lebih sepi dan meningkatnya angka pengangguran. Analis UBS mengestimasi jumlah pekerjaan yang berkaitan dengan ekspor bakal berkurang hingga 1,5 juta pekerjaan akibat perang dagang.
Sebelumnya, para pemangku kebijakan China berjanji akan membanjiri pelaku usaha dan swasta dengan stimulus untuk menghindari perlambatan pertumbuhan lebih lanjut. Antara lain, memangkas rasio persyaratan cadangan bank (reserve requirement ratio/RRR), pajak, dan biaya-biaya.
Namun demikian, analis yang disurvei Reuters tetap pesimis. Bahkan, sebagian besar analis yakin kondisi China cenderung menjadi lebih buruk dan melihat perlambatan pertumbuhan ekonominya berlanjut menjadi 6,3 persen hingga akhir tahun nanti.
Investasi dan Ritel Merana
Pada akhir tahun lalu, PDB China memperlihatkan gambaran ekonomi yang beragam. Aktivitas industri meningkat signifikan hingga 5,7 persen pada Desember 2018 atawa melampaui ekspektasi sekitar 5,3 persen.
Sementara, investasi dan penjualan ritelnya suam-suam kuku. Lihatlah, investasi aset cuma meningkat 5,9 persen atau lebih rendah dari harapan sekitar 6 persen. Realisasi investasi ini terendah sejak 1996 silam. Sedangkan laju ritel hanya sebesar 8,2 persen, atau mendekati posisi terendahnya dalam 15 tahun terakhir.
Sumber Reuters menyebut bahwa China akan menurunkan proyeksi pertumbuhannya di kisaran 6 persen - 6,5 persen pada tahun ini dari sekitar 6,5 persen. Bahkan, jika China dan AS sepakat mengakhiri perang dagang, sumber itu tak yakin perekonomian China akan membaik.
"Akan ada lebih banyak stimulus, mereka telah mengumumkan beberapa rencana yang akan dilakukan tahun ini. Memang, belum waktunya untuk bersantai," tutur Kepala Riset Strategi Pasar Asia di National Bank Australia di SIngapura, Christy Tan.
(Reuters/bir)
http://bit.ly/2T4LpUp
January 21, 2019 at 06:08PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2T4LpUp
via IFTTT
No comments:
Post a Comment