Sumbangan tersebut berasal dari penerapan skema gross split di 40 blok minyak dan gas (migas). Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan dalam pengelolaan 40 blok migas tersebut, negara telah mengantongi komitmen kerja pasti atau dana eksplorasi mencapai US$2,1 miliar atau sekitar Rp31,5 triliun.
Selain itu, negara juga bisa mendapatkan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar US$885,3 juta dolar atau berkisar Rp13,3 triliun. Bonus tanda tangan inilah yang kemudian masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Arcandra mengatakan jumlah bonus tanda tangan tersebut melonjak dibandingkan jika pengelolaan blok migas dilakukan dengan skema biaya pengembalian operasi (cost recovery).
"Dengan skema cost recovery biasanya negara hanya mengantongi US$500 ribu hingga US$1 juta per kontrak," katanya di Jakarta, Selasa (19/2).
Tapi, dengan skema gross split, nilai bonus tanda tangan bisa lebih besar. Bahkan untuk Blok Rokan, negara bisa mengantongi bonus tanda tangan dari PT Pertamina (Persero) sampai dengan US$784 juta.
Selain mendapatkan penerimaan negara yang lebih besar, penerapan skema gross split juga telah meringankan beban pemerintah dalam kegiatan eksplorasi migas. Pasalnya sebelum menggunakan skema gross split, biaya operasi yang dikeluarkan untuk eksplorasi dikeluarkan oleh kontraktor migas.
Beban biaya tersebut, berbeda jika dibandingkan dengan skema cost recovery yang pernah digunakan dalam pengelolaan blok migas sebelumnya. Dalam skema tersebut, pemerintah dengan menggunakan dana APBN biasanya mengeluarkan biaya Rp50 miliar sampai dengan Rp70 miliar per tahun untuk biaya eksplorasi.
(sfr/agt)
http://bit.ly/2DWWctd
February 20, 2019 at 01:37AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2DWWctd
via IFTTT
No comments:
Post a Comment