Aturan baru tersebut merupakan turunan dari Peraturan Presiden tentang Mobil Listrik yang saat ini tengah diharmonisasi pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penurunan pajak dilakukan untuk mendorong industrialisasi di sektor kendaraan bermotor.
Sri Mulyani mengungkapkan jika mengacu pada aturan yang berlaku saat ini perhitungan tarif PPnBM didasarkan pada kapasitas mesin kendaraan bermotor. Namun dalam revisi, rencananya perhitungan PPnBM akan didasarkan pada konsumsi bahan bakar dan emisi karbondioksida (CO2).
"Dalam aturan yang berlaku saat ini semakin besar cc semakin tinggi tarif pajak, nah pada usulan perubahan semakin rendah emisi, semakin rendah tarif pajak," ujar Sri Mulyani saat menghadiri Rapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Senin (11/2).
Sri Mulyani merinci jenis kendaraan yang masuk kategori LCEV adalah Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2), hybrid electric vehicle (HEV) yang mengadopsi motor listrik dan baterai untuk peningkatan efisiensi, dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) di mana dayanya dapat diisi ulang di luar maupun di luar kendaraan.
Selanjutnya, kategori LCEV juga mencakup kelompok battery electric vehicle (BET), fuel cell electric vehicle (FCEV), serta kendaraan yang memiliki mesin fleksibel yang dapat menggunakan bahan bakar nabati sampai dengan 100 persen.
Dalam aturan baru, untuk kategori PHEV dan FCEV ,pemerintah tidak mengenakan PPnBM atau tarifnya sama dengan nol. Untuk kategori flexy engine tarifnya 8 persen, HEV 2 hingga 30 persen, dan KBH2 3 persen.
Sementara, untuk kendaraan penumpang non LCEV tarif yang dikenakan di kisaran 15 hingga 70 persen tergantung jumlah penumpang, jumlah emisi karbon, kapasitas mesin dan konsumsi bahan bakar. Semakin tinggi konsumsi bahan bakar dan kapasitas mesin serta semakin sedikit penumpang tarifnya semakin tinggi.
[Gambas:Video CNN]
Untuk kendaraan komersial, kendaraan kategori truk, bus, dan pick up tarifnya nol persen. Namun, untuk kendaraan double kabin tarifnya berkisar 5 hingga 30 persen. Besaran tarifnya tergantung konsumsi bahan bakar, jumlah emisi karbon, dan kapasitas mesin.
"Kalau kapasitas mesinnya lebih tinggi, emisinya lebih besar sehingga tarifnya PPnBM tinggi," ujarnya.
Selain besaran emisi karbon, perhitungan tarif PPnBM baru juga hanya mengelompokkan kapasitas mesin menjadi dua, yaitu; kurang dari atau sama dengan 3.000 cc dan lebih dari 3000 cc.
Sebelumnya, kapasitas kendaraan diesel dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu; kurang dari atau sama dengan 1500 cc, 1500 hingga 2000 cc, dan lebih dari 2000 cc. Untuk kendaraan berbahan bakar bensin dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu kurang dari atau sama dengan 1500 cc, 1500 hingga 2500 cc, 2500 hingga 3000 cc dan lebih dari 3000 cc.
Selain itu, dalam aturan baru pengelompokan kendaraan penumpang juga tidak membedakan sistem penggerak maupun sedan non sedan. Namun, aturan baru hanya berdasarkan jumlah penumpang yaitu kurang dari 10 orang dan lebih banyak atau sama dengan 10 orang.
Sri Mulyani menyebutkan aturan baru akan berlaku mulai 2021. Hal itu sesuai dengan kesepakatan dalam pembahasan dengan industri.
"Masa dua tahun ini disepakati untuk memberikan kesempatan kepada industri dalam negeri untuk menyesuaikan teknologinya sehingga bisa menikmati tarif PPnBM yang lebih rendah," ujarnya. (sfr/agt)
https://ift.tt/2F6nz6d
March 12, 2019 at 12:18AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2F6nz6d
via IFTTT
No comments:
Post a Comment