Pemindahan ibu kota saat ini masih merujuk pada tiga alternatif. Pertama, ibu kota tetap di Jakarta, namun pemerintah membuat satu distrik tersendiri di kawasan Monas, Jakarta Pusat sebagai pusat pemerintahan. Kedua, ibu kota dipindahkan ke kota di dekat Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi.
Opsi ketiga, ibu kota dipindahkan ke luar Pulau Jawa. Namun, dari tiga alternatif itu, pemerintah belum juga mengambil keputusan. Meski, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan alternatif ketiga yang dipilih, yaitu memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa.
Dari tiga alternatif itu muncul dua skenario kebutuhan dana yang dikaji oleh Bappenas. Pertama, skenario pemindahan menyeluruh ke sebuah daerah baru, sehingga pemerintah harus membangun infrastruktur dan gedung baru, termasuk memindahkan seluruh ASN (Aparatur Sipil Negara) yang ada di DKI Jakarta ke ibu kota baru.
Dari skenario ini, Bambang mengatakan setidaknya ibu kota baru membutuhkan 40 ribu hektare (ha) lahan untuk menampung penduduk di ibu kota baru sekitar 1,5 juta orang.
Jumlah penduduk itu akan terdiri dari para pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta para anggota keluarga dan pelaku ekonomi pendukung. Estimasinya, pemerintah membutuhkan sekitar 5 persen dari total lahan, pelaku ekonomi 15 persen, infrastruktur 20 persen, pemukiman 40 persen, dan ruang terbuka hijau 20 persen.
Skenario kedua, pemerintah tetap membangun infrastruktur dan gedung baru, namun jumlah ASN yang bakal dipindahkan tidak mencapai 100 persen. Artinya, akan ada rekrutmen di calon ibu kota baru.
Estimasinya, jumlah ASN yang dipindahkan hanya sekitar 111 ribu orang dan pelaku ekonomi yang akan ikut berpindah sekitar 184 ribu orang. Dari jumlah tersebut, estimasinya total penduduk sekitar 870 ribu orang.
"Dari skenario pertama diperkirakan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau US$33 miliar. Skenario kedua lebih keci karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp323 triliun atau US$23 miliar," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (29/4).
Menurut dia, kedua skenario kebutuhan dana tersebut memang lebih tinggi dari pemindahan ibu kota di negara-negara lain. Misalnya, dengan Korea Selatan, negara yang paling anyar memindahkan pusat pemerintahannya dari Seoul ke Sejong pada 2012 silam.
Ia mengatakan kebutuhan anggaran pemindahan pusat pemerintahan itu membutuhkan dana sebesar US$22 miliar. Kebutuhan dana itu dirancang untuk populasi penduduk sebanyak 500 ribu orang. Sementara saat ini, jumlah penduduk di kota tersebut baru sekitar 254 ribu orang.
"Ini yang paling dekat dengan kita (Indonesia), tapi prosesnya jangka panjang, belum selesai, masih bertahap," imbuh Bambang.
Kemudian, negara lain yang juga memindahkan ibu kotanya adalah Brasil dari Rio De Janeiro ke Brasilia. "Pemindahan ini sudah lama sekali, sekitar 55 tahun, biayanya kelihatan besar waktu itu, yaitu U$8,1 miliar untuk biaya konstruksi. Kotanya, awalnya direncanakan untuk 500 ribu orang, sekarang sudah 2,5 juta orang," jelasnya.
Bambang menilai faktor utama karena pemindahan ibu kota di Indonesia baru akan dilakukan pada tahun modern seperti saat ini. Hal ini membuat nilai kebutuhan meningkat dibandingkan negara lain yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya.
Lebih lanjut dari dua skenario ini, ia mengatakan setidaknya ada empat sumber pembiayaan yang bisa digunakan, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan swasta murni untuk kawasan komersial.
[Gambas:Video CNN] (uli/bir)
http://bit.ly/2vs1t8w
April 29, 2019 at 10:59PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2vs1t8w
via IFTTT
No comments:
Post a Comment