Sebuah studi yang dilakukan oleh Northwestern Mutual menemukan uang sebagai sumber utama stres bagi 44 persen orang dewasa Amerika, di luar urusan hubungan asmara dan kerja. Lebih dari seperempat yang disurvei mengatakan bahwa kekhawatiran tentang uang membuat mereka depresi setiap bulan.
Namun, bagi beberapa orang, stres dan cemas yang muncul akibat masalah keuangan tak bisa disebut normal. Kondisi itu bisa berkembang menjadi gangguan mental.
"Secara umum, gangguan mental akibat uang adalah pola kronis dari perilaku finansial yang merusak diri sendiri," ujar psikolog Brad Klontz, mengutip Huffington Post. Selama kariernya, Klontz fokus meneliti dan mendefinisikan gangguan mental keuangan.Klontz mengatakan, seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan mental tersebut saat perilaku destruktifnya membawa konsekuensi signifikan dalam hidup. Konsekuensi itu bisa mengganggu kesehatan, hubungan sosial, dan pekerjaan. Gangguan dapat ditangani oleh seorang profesional medis.
Diagnosis umumnya masuk dalam klasifikasi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM). Klasifikasi itu digunakan oleh para profesional kesehatan mental di Amerika Serikat.
Yang perlu dicatat, gangguan uang tak sesederhana kebiasaan pengeluaran berlebih. Ada beberapa kondisi berbeda dari gangguan uang.Sebut saja pengeluaran kompulsif yang dialami oleh 6 persen orang AS. "Anda pergi berbelanja untuk mencari kesenangan. Banyak waktu yang Anda habiskan untuk berbelanja," kata Klontz. Namun, setelah berbelanja, seseorang dengan gangguan ini akan merasa sangat menyesal dan tertekan. "Tapi pola itu terus berputar."
Kedua adalah gangguan penimbunan kompulsif yang terjadi pada sekitar 2-6 persen orang dewasa AS. Orang-orang ini mengalami kesulitan untuk mengeluarkan uang dan memilih untuk menimbunnya.
Ketiga adalah gila kerja. Perlu dicatat, pecandu kerja bukanlah sifat yang positif. Gila kerja merupakan gangguan yang berasal dari kecemasan akan kondisi keuangan. "Mereka terobsesi dengan pekerjaan demi mendapatkan uang," kata Klontz.
Keempat adalah judi patologis. Sekitar 2,6 persen orang dewasa AS mengalami kecanduan judi. Penjudi patologis tak dapat menahan dorongan hati untuk terus terlibat dalam perilaku finansial berisiko seperti perjudian.
Ada pula gangguan yang didefinisikan sebagai ketergantungan finansial. Orang-orang jenis ini umumnya akan bergantung pada uang yang diberikan oleh orang lain. Mereka umumnya akan begitu membenci kondisi tersebut."Pasien akan merasa seperti tak bermakna, mereka tak memiliki gairah dalam hidup mereka," jelas Klontz.
Tak hanya itu, kebiasaan orang tua untuk berbagi informasi soal finansial dengan anak yang masih tergolong kecil juga dikategorikan sebagai gangguan keuangan. "Ini akan membuat anak-anak merasa tidak aman dan berujung pada masalah di masa dewasa," kata Klontz.
Apa pun itu, kata Klontz, masalah finansial dapat menyebabkan gangguan mental yang lebih signifikan. "Anda mungkin bukan pembeli yang kompulsif, tapi Anda begitu stres tentang uang. Anda depresi dan cemas," kata dia.
[Gambas:Video CNN] (asr/asr)
http://bit.ly/2GR8Eh3
April 29, 2019 at 05:47PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2GR8Eh3
via IFTTT
No comments:
Post a Comment