"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dikutip dari amar putusan, Kamis (24/1).
PSI sebelumnya menggugat pasal 1 angka 35 UU Pemilu yang menyatakan bahwa kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, atau citra diri peserta pemilu. Makna citra diri ini dianggap multitafsir karena tak memiliki definisi yang jelas.
Di sisi lain, Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 7 Tahun 2018 mendefinisikan citra diri sebagai alat peraga atau materi lain yang mengandung unsur logo partai dan nomor urut parpol peserta pemilu.
Namun menurut hakim MK, frasa citra diri itu telah jelas mencakup segala tindakan peserta pemilu terkait pencitraan dirinya. Jika ada penyelenggara pemilu yang menerapkan secara berbeda, hakim menilai hal itu tak lebih dari pelanggaran prinsip profesionalitas penyelenggara pemilu.
"Sehingga bukan masalah konstitusionalitas norma pasal 1 angka 35 UU Pemilu," katanya.
Selain itu, PSI juga menggugat pasal 275 ayat 2 dan 276 ayat 2 UU Pemilu. Dalam beleid tersebut menjelaskan bahwa kampanye pemilu dapat dilaksanakan selama dua hari dan berakhir sampai dimulainya masa tenang.
Pasal itu dinilai merugikan karena waktu yang diberikan untuk kampanye terlalu singkat. Apalagi PSI termasuk partai baru yang harus banyak mengenalkan dibandingkan parpol lain yang sudah ada puluhan tahun sebelumnya.
Namun menurut hakim MK, ketentuan pembatasan itu sudah tepat agar kontestasi pemilu dapat berjalan adil dan peserta tidak harus mengeluarkan dana besar untuk biaya kampanye.
"Selain itu, juga untuk mengurangi dampak penyalahgunaan kekuasaan setelah terpilih dalam rangka mengembalikan modal kampanye pemilu sebelumnya," ucapnya.
Sidang Mahkamah Konstitusi. (CNN Indonesia)
|
"Pembatasan ini tidak dapat dikatakan diskriminatif bagi peserta pemilu, terlepas apakah peserta pemilu baru atau lama. Ketika partai politik telah ditetapkan sebagai peserta pemilu, semuanya mesti diberlakukan secara sama dalam hukum Pemilu," tuturnya.
Gugatan ini berawal dari kasus dugaan 'curi start' kampanye yang menjerat Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni pada 2018. Saat itu muncul iklan jajak pendapat mengenai tokoh yang potensial menjadi cawapres dan menteri dalam kabinet Joko Widodo (Jokowi) periode 2019-2024.
Bawaslu menilai iklan yang tayang di sejumlah media massa pada 23 April 2018 melanggar aturan karena mencantumkan nama, lambang serta nomor urut partai.
Bawaslu meminta PSI memberikan keterangan, namun Sekjen PSI Raja Juli Antoni berkukuh partainya tidak melakukan kampanye melalui iklan. Menurutnya, iklan tersebut merupakan pendidikan politik, yakni mengajak masyarakat berpartisipasi dalam politik.
Dia mengatakan pencantuman lambang dan nomor urut PSI dalam iklan adalah bentuk tanggung jawab PSI sebagai pembuat jajak pendapat.
Bawaslu kemudian melaporkan Juli dan Wakil Sekjen DPP PSI Chandra Wiguna ke Badan Reserse Kriminal Polri. Keduanya dinilai bertanggung jawab atas dugaan curi start kampanye PSI dengan memasang iklan di salah satu media cetak. Namun pada Rabu (30/5), penyidik menghentikan kasus tersebut. (psp/pmg)
http://bit.ly/2HE5zTI
January 25, 2019 at 12:00AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2HE5zTI
via IFTTT
No comments:
Post a Comment