Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan penurunan pajak bunga obligasi tentu berdampak baik bagi investasi di pasar modal. Namun, kebijakan ini juga harus berlaku adil terhadap instrumen investasi lainnya.
Menurut dia, pendapatan dari instrumen obligasi bersifat tetap antar periode (fixed income), sehingga ada baiknya, kebijakan ini juga dibandingkan dengan instrumen investasi sejenis, seperti deposito.
Saat ini, masing-masing bunga deposito dan obligasi dikenakan pajak. PPh atas bunga deposito ditetapkan 20 persen sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 123 Tahun 2015 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Ini jika nilai deposito sudah berada di atas Rp7,5 juta.
Sementara itu, pajak bunga obligasi saat ini dipatok 15 persen untuk Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan 20 persen bagi wajib pajak luar negeri sesuai PP Nomor 100 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
Suahasil mengatakan, jika hanya pajak obligasi saja yang diturunkan, maka itu bisa berdampak negatif bagi pasar deposito. Oleh karena itu, pihaknya masih perlu melakukan kajian lebih lanjut terkait wacana ini. wacana ini masih dikaji lagi oleh Kemenkeu.
"Jadi memang tidak semudah bahwa menurunkan pajak itu bagus. Tapi lihat environment business yang lain, sehingga rencana ini masih kami kaji," jelas Suahasil, Kamis (24/1).
Selain itu, saat ini perlakuan pajak obligasi juga berbeda-beda di antara instrumen investasi. Misalnya, obligasi yang menjadi instrumen penempatan dana pensiun tidak dikenakan tarif PPh final, sementara tarif pajak PPh final untuk pajak bunga obligasi reksa dana terhitung 5 persen hingga 2020 dan akan meningkat jadi 10 persen mulai 2021 mendatang.
Sehingga, Kemenkeu juga akan mengatur subjek yang sekiranya bisa mendapatkan fasilitas penurunan PPh bunga obligasi tersebut. "Kalau kami mau atur itu, harus diingat dulu siapa saja yang akan kebijakan tersebut," paparnya.
Maka dari itu, memang penurunan pajak bunga obligasi ini akan mengubah perilaku masyarakat dalam memilih instrumen investasi berbasis fixed income. Namun untuk mengimbangi ini, pemerintah juga telah menyiapkan penurunan tarif pajak deposito bagi simpanan dengan denominasi dolar AS.
Suahasil bilang, perubahan beleid ini akan diluncurkan untuk mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26 Tahun 2016. Di dalam aturan itu, pemerintah mengenakan tarif 10 persen bagi deposito berjangka satu bulan, 7,5 persen untuk deposito jangka tiga bulan, 2,5 persen untuk deposito enam bulan, dan nol persen bagi deposito dengan jangka enam bulan ke atas.
Kebijakan ini, lanjut dia, juga dimaksudkan agar Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang berada di luar negeri bisa ditempatkan di perbankan domestik. Apalagi sebelumnya, pemerintah sudah merilis PP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
"Yang akan kami perbaiki adalah rollover (penambahan jangka waktu) deposito itu. Kalau misal setelah enam bulan deposito dia dapat penurunan tarif PPh, apakah ketika rollover nanti dia mendapatkan lagi? Itu yang masih kami kaji," pungkas Suahasil. (glh/agi)
http://bit.ly/2Rb6Ukw
January 25, 2019 at 12:10AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2Rb6Ukw
via IFTTT
No comments:
Post a Comment