Alasannya, apalagi kalau bukan karena bisa mendapatkan hasil penjualan saham yang lebih cepat menjadi dua hari dari sebelumnya yang membutuhkan waktu tiga hari atau disebut T+3. Bisa dibilang, proses transaksi menjadi lebih singkat.
"Buat saya dengan adanya kebijakan T+2 sudah pasti lebih baik daripada T+3 karena transaksi lebih liquid," cerita Nelson kepada CNNIndonesia.com, Rabu (28/11).
Seorang wiraswasta yang menetap di Jember, Jawa Timur ini mengaku tak merasa bingung dengan perubahan kebijakan penyelesaian transaksi jual dan beli saham ini. Menurutnya, penjelasan di media massa sudah cukup memadai.
"Saya tidak kebingungan, tapi justru kalau bisa lebih cepat lagi T+1 supaya perputaran uang bisa lebih cepat lagi," kata Nelson.
Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self Regulatory Organization (SRO) lainnya, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) merealisasikan wacananya untuk menerapkan T+3 menjadi T+2 mulai Senin (26/11) kemarin. Ini artinya, hak dan kewajiban pelaku pasar dalam melakukan transaksi beli dan jual akan diselesaikan hanya dalam dua hari setelah transaksi itu dilakukan, dari sebelumnya tiga hari.
Secara umum, kebijakan ini tak mengubah skema transaksi jual beli saham. Hanya waktu penyelesaian yang dipercepat. Misalnya, dulu pelaku pasar baru bisa mendapatkan haknya setelah tiga hari membeli saham, kini dalam dua hari saham itu resmi dicatatkan atas namanya di KSEI.
Begitu juga jika melakukan transaksi jual. Uang penjualan saham kini bisa dicairkan hanya dalam waktu dua hari setelah menekan tombol jual. Sebelumnya, ini butuh waktu sampai tiga hari setelah melakukan transaksi.
Ilustrasi perdagangan saham. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
"Nah, sekarang kalau dividen per saldo hari ini kan sebetulnya hasil transaksi tiga hari lalu kalau menggunakan sistem dulu, sekarang adalah hasil transaksi dua hari lalu," papar Syafruddin.
Walaupun hak investor baru bisa didapat dua hari setelah transaksi beli saham, tapi investor tetap bisa langsung mentransaksikan saham yang baru dibelinya tersebut sesaat setelah membeli. Jadi, jika Anda baru membeli saham emiten A, lalu Anda berubah pikiran ingin menjual karena harganya yang tiba-tiba meningkat dari posisi Anda beli, maka transaksi bisa dilakukan.
"Tapi proses penyelesaian dari transaksi itu dua hari," kata Syafruddin.
Namun, Anda harus ingat, ketika membeli saham, uang Anda memang tak langung ditarik saat itu juga. Syafruddin menyebut uang investor baru akan hilang dari rekening efek setelah dua hari melakukan transaksi atau saat penyelesaian. Namun, uang yang digunakan untuk membeli saham tersebut langsung di-hold oleh perusahaan sekuritas.
"Jadi sudah, tapi walau begitu tetap saja kan pihak perusahaan sekuritas sudah tahu investor itu menggunakan uangnya untuk beli, jadi dia tidak bisa lagi pakai uang itu untuk transaksi walau masih ada di rekeningnya," jelas Syafruddin.
Melihat langkah percepatan transaksi yang lebih cepat ini, Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat mengungkapkan tak ada hal yang harus ditakutkan atau diantisipasi oleh investor. Sebab, secara keseluruhan akan menguntungkan investor.
"Ya paling kalau dulu butuh uangnya hari ini, antisipasi mulai cairin atau jual tiga hari lalu. Kalau sekarang bisa cairin dua hari sebelum investornya butuh," tutur Teguh.
Ia memandang wajar lamanya proses jual beli transaksi saham karena melibatkan beberapa lembaga, seperti perusahaan sekuritas, KPEI, KSEI, dan BEI. Berbeda dengan transaksi perbankan yang lebih cepat diselesaikan.
"Kalau satu bank A dengan bank B kadang juga sampai satu hari (untuk dana yang besar). Ya seperti itu karena tidak satu perusahaan kan," ucap Teguh.
Adapun, Direktur Utama MNC Sekuritas Susi Meiliana menilai percepatan transaksi saham dari tiga hari menjadi dua hari ini bakal mengurangi risiko bagi investor itu sendiri. Sebab, tidak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi pada saham yang dibeli investor dalam tiga hari ke depan. Misalnya, bisa saja saham yang baru dibeli investor disuspensi atau perdagangannya diberhentikan sementara oleh BEI.
"Jadi kalau beli hari ini misalnya kan risikonya ada tiga hari (kebijakan T+3), risiko macam-macam. Kalau jadi T+2 kan risikonya hanya dua hari jadi mengurangi saja sebenarnya," tutur Susi.
Perubahan kebijakan ini juga dianggap perlu oleh Susi, mengingat sebagian bursa di Asia Pasifik, Timur Tengah, Amerika hingga Eropa sudah menerapkan T+2. Dengan begitu, jika BEI masih menerapkan T+3, maka akan terjadi ketidakcocokkan atau missmatched.
"Jadi ini untuk menyamakan irama, itu kan penting untuk meningkatkan pasar saham Indonesia setara dengan bursa lain," pungkas Susi. (agi)
https://ift.tt/2AzYTzo
December 01, 2018 at 03:52PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2AzYTzo
via IFTTT
No comments:
Post a Comment