Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan pelaku usaha sejatinya sudah siap untuk berinvestasi dan melakukan ekspansi. Namun, pengusaha menganggap bunga kredit di Indonesia masih terlalu tinggi bahkan mencapai dua digit.
Sementara itu, rata-rata negara Asia Tenggara bisa memberikan pembiayaan dengan bunga kredit 7 persen. Untuk itu, ia berharap BI mau menurunkan suku bunga acuannya agar bunga kredit bisa turun, sehingga menjadi stimulan bagi ekspansi.
"Kami harap BI mengambil kesempatan pertama untuk bisa mengoreksi suku bunga. Mesti diantisipasi karena ini momen bagus," jelas Hariyadi, Jumat (3/5).
Ia menuturkan sejatinya kepercayaan diri pelaku pasar setelah pemilu hampir sama ketika pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Dana repatriasi sebesar Rp146 triliun tersebut harusnya bisa digunakan untuk melakukan ekspansi usaha.
Namun kala itu, kebijakan ini jadi kurang seksi lantaran momen pemilihan kepala daerah DKI Jakarta pada 2017 yang cenderung riuh. Ia tak ingin kejadian yang sama terulang tahun ini, sehingga pengusaha meminta BI memanfaatkan peluang yang ada.
"BI harus bisa mengambil itu (penurunan suku bunga acuan), sayang momentumnya jadi harus segera direspons. Kalau bisa turun 50 basis poin tentu lebih baik, kalau suku bunga acuan BI bisa ke angka 5 persen tentu positif arahnya," imbuh dia.
Ia memahami bahwa BI masih ingin mempertahankan suku bunga acuan lantaran khawatir dengan risiko global ke depan. Namun, Hariyadi mengingatkan bahwa penentuan suku bunga acuan juga harus menimbang faktor domestik.
[Gambas:Video CNN]
Pertama, inflasi tercatat 3,13 persen di tahun lalu. Sementara itu, inflasi secara tahunan per April kemarin tercatat 2,83 persen, atau lebih rendah dibanding tahun lalu 3,23 persen.
Kemudian, angka investasi juga bergerak stagnan. Pada kuartal I lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan pertumbuhan realisasi investasi yang melambat dari 11,8 persen di tahun lalu menjadi 5,3 persen di tahun ini.
"Menurut saya memang harusnya faktor domestik ini yang menjadi pertimbangan perubahan suku bunga BI. Sekarang kecenderungannya semua orang sedang menahan (wait and see), jadi harus direspons dengan kebijakan yang agresif," ujar dia.
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan BI belum bisa menimbang penurunan suku bunga acuan lantaran risiko global masih membayangi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa risiko tersebut adalah perang dagang antara China dan AS yang bisa memengaruhi kinerja ekspor dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Alih-alih menurunkan suku bunga acuan, BI memilih untuk melakukan intervensi di kebijakan makroprudensial. Misalnya dengan mengerek batas Rasio Intermediasi Perbankan (RIM) dari saat ini yang hanya 80 persen hingga 92 persen menjadi 84 hingga 94 persen.
"Memang kondisi global tekanannya berkurang tapi uncertainty tinggi," imbuh dia.
Pada April kemarin, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan di posisi 6 persen pada bulan ini. Tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility juga dipertahankan di level 5,25 persen dan 6,75 persen.
Ini merupakan penahanan suku bunga acuan BI sejak bulan November kemarin. (glh/agi)
http://bit.ly/2IWpBcf
May 04, 2019 at 01:52AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2IWpBcf
via IFTTT
No comments:
Post a Comment